IKNPOS.ID – Kasus korupsi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang merugikan negara hingga ratusan miliar tengah diusut oleh Kejaksaan Negeri Jakara Pusat (Kejari Jakpus).
Kasus yang diduga menjadi penyebab bocornya data diri penduduk Indonesia itu terjadi dalam rentang waktu tahun 2020-2024.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakara Pusat, Bani Immanuel Ginting, kasus ini terjadi dalam pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kominfo.
Bani menjelaskan, sejak 2020 sampai 2024, Kominfo melakukan pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan PDNS dengan total pagu anggaran Rp958 Miliar.
Dalam pelaksanaannya, pada tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo yang bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.
“Kemudian pada tahun 2021, kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360,” kata Bani melalui keterangan tertulis, Jumat 14 Maret 2025..
Lalu, pada tahun 2022, terdapat adanya pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu.
“Sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp188.900.000.000,” sambungnya.
Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp256.575.442.952.
Tidak Mampu Memenuhi Persyaratan
Di mana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
“Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ungkap Bani.
Bani menegaskan, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.