IKNPOS.ID – Pemerintah kembali mewacanakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun 2025 sebagai langkah untuk menyeimbangkan neraca keuangan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun, rencana ini menuai beragam reaksi publik. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dr. Bayu Wahyudi, yang mengingatkan bahwa kebijakan kenaikan iuran berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kesehatan apabila tidak diimbangi dengan perbaikan sistem.
“Jika tidak, dikhawatirkan akan menimbulkan penolakan publik atau justru memperburuk akses kesehatan bagi kelompok miskin,” ujar dr. Bayu kepada media, Jumat 22 Agustus 2025.
Kekhawatiran MUI: Kualitas Layanan Jadi Taruhan
Menurut dr. Bayu, alasan kenaikan iuran sering kali didasarkan pada kebutuhan menutupi defisit keuangan BPJS. Namun, dari perspektif masyarakat, kenaikan ini justru menambah beban terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Ia menegaskan bahwa pemerintah dan BPJS Kesehatan harus memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, serta peningkatan kualitas layanan medis. Peningkatan iuran juga seharusnya berdampak pada insentif tenaga kesehatan, seperti dokter dan perawat, yang selama ini dinilai tidak sepadan akibat rendahnya tarif INA-CBGs (sistem klaim BPJS Kesehatan).
Penyesuaian Tarif INA-CBGs Jadi Kunci
MUI menilai, kenaikan iuran harus diiringi penyesuaian tarif INA-CBGs bagi rumah sakit (FKTL), klinik, dan praktik dokter perorangan (FKTP). Tanpa penyesuaian ini, penyedia layanan kesehatan akan tetap merugi.
“Banyak fasilitas kesehatan mengeluhkan tarif BPJS tidak menutup biaya operasional. Jika klaim tidak memadai, bisa terjadi penurunan kualitas layanan, bahkan praktik fraud demi menutup biaya,” jelas dr. Bayu.
Ia juga memperingatkan bahwa ketidakcukupan tarif dapat menyebabkan penolakan pasien BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan, terutama di daerah dengan keterbatasan sumber daya (DPTK).
Respons Pemerintah
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan menilai bahwa kenaikan iuran merupakan langkah krusial untuk menjaga keberlanjutan program. Data resmi menunjukkan jumlah peserta yang menunggak iuran masih tinggi, sementara beban klaim terus meningkat setiap tahun.