IKNPOS.ID – Di tengah pesatnya pembangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN)ternyata masih ada ratusan arsitek di Kalimantan Timur (Kaltim) belum bersertifikat.
Maka wajar jika dalam pembangunan IKN jarang melibatkan arsitek lokal Kalimantan Timur.
Padahal, arsitek lokal dinilai lebih memahami kondisi geografis dan lingkungan Kalimantan Timur terkait kondisi tanah dan kelembaban udara di IKN.
Banyaknya arsitek di Kaltim belum bersertifikat terungkap saat digelar Seminar Arsitek untuk IKN yang diselenggarakan di Hotel Harris, Samarinda, Sabtu 19 Oktober 2024.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR-Pera) Kalimantan Timur, Aji Muhammad Fitra Firnanda mengatakan, saat ini, terdapat sekitar 500 arsitek di Kaltim, namun tidak semuanya memiliki sertifikat.
Karena itu penting dilakukan peningkatan kualitas dan profesionalisme arsitek di Kalimantan Timur.
“Melalui Pergub 34 Tahun 2024, Pemprov Kaltim telah memfasilitasi pemberian lisensi kepada arsitek. Tentunya, melalui proses bimbingan teknis dan ujian,” katanya.
Dia menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan Seminar Arsitek untuk IKN yang diselenggarakan di Samarinda.
Menurut dia, seminar tersebut menjadi wadah pembelajaran dan contoh nyata konsep pembangunan kota yang berkelanjutan.
Terkait persaingan dengan tenaga ahli dari perusahaan multinasional yang terlibat dalam pembangunan IKN, Aji menekankan pentingnya arsitek lokal untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi.
“Kita harus ambil sisi positifnya. Arsitek lokal bisa belajar dari pengalaman mereka. Seminar ini menjadi sarana bertukar pikiran dan meningkatkan kualitas arsitek kita,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Majelis Kehormatan Arsitek Provinsi Kaltim Benny Dhanio, menambahkan bahwa arsitek lokal memiliki peran penting sebagai filter bagi arsitek dari luar Kaltim.
“Arsitek lokal lebih memahami kondisi geografis dan lingkungan Kalimantan Timur. Misalnya, kondisi tanah dan kelembaban udara di IKN,” kata Benny.
Benny juga menyoroti perbedaan karakteristik tanah di Kalimantan Timur dibandingkan Jawa. Pondasi bangunan di Kaltim membutuhkan biaya lebih besar karena kondisi tanah yang berbeda.
“Biaya pondasi di Kaltim bisa mencapai 30-40 persen dari total biaya pembangunan, berbeda dengan di Jawa yang hanya sekitar 20 persen,” ungkapnya.
Benny juga menekankan pentingnya kode etik dalam praktik profesi arsitek. Kode etik melingkupi tanggung jawab arsitek terhadap masyarakat, sesama profesi, dan peningkatan kompetensi diri.
“Kode etik menuntun arsitek untuk bekerja secara profesional dan jujur,” kata Benny.