IKNPOS.ID – Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, beberapa tradisi dan kebiasaan tetap lestari sebagai bagian penting dari identitas budaya.
Salah satu tradisi yang masih dijaga dengan baik adalah kebiasaan makan daun sirih oleh masyarakat Dayak di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.
Tradisi ini bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam.
Ya, warga Mahakam Hulu sudah terbiasa makan sirih atau nyipa pada saat bertamu ataupun membuka obrolan saat bertamu.
“Tradisi bersirih biasa digunakan sebagai alat komunikasi antar sesame,” kata Tokoh adat Dayak Kayan di Desa Laham, Yuliana Angin Dasa dikuti dari Nomorsatukaltim.
“Bersirih juga dianggap sebagai media sambung rasa,” sambungnya.
Pelestarian Tradisi Nyirih di Mahakam Ulu
Masyarakat Dayak di Mahakam Ulu masih menjaga tradisi makan daun sirih ini dengan baik.
Meskipun generasi muda kini lebih banyak terpapar budaya modern, banyak dari mereka yang tetap menjalankan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan identitas budaya mereka.
Dalam keluarga Dayak, tradisi ini biasanya diperkenalkan sejak dini. Anak-anak belajar dari orang tua dan kakek-nenek mereka tentang cara mengunyah daun sirih dan makna di baliknya.
Selain itu, dalam berbagai upacara adat, daun sirih menjadi salah satu komponen penting yang tidak pernah ditinggalkan. Ini termasuk upacara pernikahan, pemakaman, dan ritual keagamaan lainnya.
Bahkan,sekolah-sekolah lokal dan komunitas sering mengadakan kegiatan budaya untuk memperkenalkan dan mengajarkan tradisi ini kepada anak-anak.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa tradisi makan daun sirih tetap hidup di tengah generasi muda.
“Bahkan bersirih juga terkadang dianggap sebagai pengganti minuman atau makanan, terutama saat bertamu ke rumah keluarga ataupun tetangga, terangnya.
Proses Makan Daun Sirih
Proses makan daun sirih cukup sederhana namun penuh makna. Biasanya, sehelai daun sirih dibalutkan dengan sepotong buah pinang dan sedikit kapur.
Campuran ini kemudian dikunyah bersama-sama. Beberapa orang juga menambahkan tembakau untuk menambah rasa.
“Tidak hanya daun sirih yang dimakan, tapi juga beberapa bahan lainnya, seperti buah pinang muda ataupun tua, kapur sirih yang dibuat dari cangkang kerang sungai, daun gambir, serta tembakau atau sugi,” jelasnya.
Untuk tempat penyimpanan komponen bersirih ini, orang Dayak Mahulu biasa menyimpannya di dalam sebuah wadah berbentuk keranjang kecil yang biasa disebut kiran atau kaban. Wadah itu terbuat dari rotan.
“Ketika ada seseorang yang bertamu ke salah satu rumah maka kiran atau barang itu lah yang disuguhkan kepada tamu sebagai pembuka obrolan,” ujarnya.
Cara Makan Daun Sirih
Persiapan Bahan: Daun sirih dipilih dengan hati-hati, dan pinang dipotong-potong. Kapur, yang berfungsi sebagai pengikat, dioleskan dalam jumlah kecil.
Mengunyah: Setelah semua bahan disiapkan, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mulut dan dikunyah perlahan. Proses mengunyah ini bisa berlangsung beberapa menit hingga setengah jam.
Manfaat Kesehatan: Selain sebagai tradisi sosial, mengunyah sirih dipercaya membantu membersihkan mulut, menguatkan gigi, dan menyegarkan nafas.
Untuk mempermudah memakan sirih, wadah penyimpan sirih juga kerap dibawa kemana-mana, termasuk saat pergi ke kota ataupun daerah lain.
“Makanya kita orang Dayak dari dulu sampai sekarang itu dituntut harus punya kiran. Meski kita tidak menyirih tapi kita harus punya itu, karena itu yang kita pakai jika ada yang bertamu,” tuturnya.
Selain menyiapkan kiran, para penyirih juga menyiapkan wadah khusus untuk menyimpan kotoran atau air ludah sirih.
Air sirih tidak dibuang sembarangan, melainkan dibuang ke dalam wadah khusus yang telah disediakan.
Wadah penyimpan sirih juga kerap dibawa kemana-mana, termasuk saat pergi ke kota ataupun daerah lain.
“Makanya kita orang Dayak dari dulu sampai sekarang itu dituntut harus punya kiran. Meski kita tidak menyirih tapi kita harus punya itu, karena itu yang kita pakai jika ada yang bertamu,” imbuhnya.
Selain menyiapkan kiran, para penyirih juga menyiapkan wadah khusus untuk menyimpan kotoran atau air ludah sirih.
“Air sirih tidak dibuang sembarangan, melainkan dibuang ke dalam wadah khusus yang telah disediakan,” unkapnya.
Tantangan Jaman
Meskipun tradisi makan daun sirih masih kuat di Mahakam Ulu, modernisasi dan perubahan gaya hidup membawa tantangan tersendiri. Generasi muda terkadang lebih tertarik pada budaya pop dan teknologi modern.
Tetapi bagi kabupaten yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia ini, tradisi bersirih justru tidak boleh ditinggalkan.
Namun, harapan tetap ada. Banyak komunitas dan individu yang berusaha menjaga dan melestarikan tradisi ini dengan bangga.
Melalui pendidikan, pengenalan budaya, dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur, tradisi makan daun sirih di Mahakam Ulu diharapkan akan terus menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Dayak.
Dengan upaya pelestarian dan pendidikan budaya, tradisi ini diharapkan akan terus hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang, menjaga identitas dan kebanggaan masyarakat Dayak di tengah arus modernisasi. (IKNPOS/Nomorsatukaltim)