IKNPOS.ID – Upaya TikTok melepaskan diri dari perusahaan induknya, ByteDance, di Amerika Serikat (AS) membawa konsekuensi besar. Terutama bagi privasi penggunanya. Aplikasi populer ini diam-diam dilaporkan membagikan data atau menjual data penggunanya ke pemerintah AS.
Forbes melaporkan adanya perubahan kebijakan TikTok pada awal tahun ini. Itu terjadi saat perusahaan tengah bernegosiasi untuk tetap bisa beroperasi di AS.
Dalam kebijakan barunya, terdapat tambahan ketentuan yang memungkinkan aplikasi untuk membagikan data tidak hanya dengan penegak hukum. Tetapi juga dengan otoritas pengatur apabila relevan.
AS memiliki aturan Stored Communications Act yang membatasi jenis informasi yang diungkapkan perusahaan teknologi mengenai komunikasi pengguna tanpa perintah pengadilan.
Namun, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) tetap menuntut data.
Seperti nama pengguna, nomor telepon, alamat IP, dan informasi pengenal lain melalui panggilan pengadilan administratif yang tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan pengadilan yudisial.
Forbes menyoroti perubahan terbaru pada kebijakan TikTok akan mempersulit sebagian orang untuk menentang permintaan data tersebut.
Janji untuk memberitahu pengguna mengenai penyerahan data oleh pemerintah juga tidak ada lagi.
Selain itu, terdapat perubahan bahasa dalam permintaan data, dari “Ya TikTok menolak permintaan data dari otoritas penegak hukum” menjadi “dapat menolak permintaan data.”
TikTok Bisa Ungkap Data Pengguna
Perubahan lain juga terlihat pada subbagian yang sebelumnya bernama “kewajiban pelaporan”, menjadi “kewajiban laporan proaktif”.
Bagian itu menyebutkan bahwa TikTok bisa mengungkapkan data pengguna tanpa menerima permintaan hukum formal (dengan proses hukum yang sah). Forbes juga menyebutkan TikTok tidak menanggapi pernyataan soal perubahan tersebut.
Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump telah membocorkan soal pembelian operasional TikTok di AS.
Dia mengatakan sekelompok investor akan membelinya dengan bentuk perusahaan baru yang bernilai $14 miliar (Rp 233 triliun).