IKNPOS.ID – Harga minyak dan kripto melonjak tajam setelah Amerika Serikat meluncurkan serangan ke tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Minggu, 22 Juni 2025. Ketegangan geopolitik ini langsung mengguncang pasar global, termasuk bursa saham AS dan aset digital seperti Bitcoin.
Pasar Saham AS Goyang, Sektor Energi & Pertahanan Diuntungkan
Menurut Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, serangan militer AS memicu lonjakan volatilitas di pasar keuangan. Indeks S&P 500 futures dan sejumlah indeks utama mengalami tekanan karena investor khawatir konflik ini bisa meluas dan mengganggu pasokan minyak dunia.
“Kekhawatiran ini diperkuat dengan naiknya harga minyak dan menguatnya dolar AS. Saham energi dan pertahanan jadi sektor yang paling dilirik, sementara pasar obligasi menunjukkan pelebaran credit spread sebagai indikator meningkatnya risiko,” jelas Fahmi dalam keterangannya, Senin (23/6).
Saham seperti Chevron, ExxonMobil, Lockheed Martin, dan Northrop Grumman menunjukkan performa positif. Namun, Fahmi mengingatkan, jika tak ada gangguan nyata terhadap suplai minyak, sektor energi bisa alami koreksi cepat.
Bitcoin Sempat Drop, Tapi Kembali Bangkit
Tidak hanya saham, pasar kripto juga ikut tertekan. Bitcoin sempat anjlok ke bawah US$100.000 karena lonjakan kekhawatiran investor terhadap dampak geopolitik global. Namun, hari ini, BTC mulai pulih dan diperdagangkan di kisaran US$100.500–101.400.
“Secara umum, pasar saham dan kripto saat ini berada dalam mode defensif. Tapi perlahan mulai stabil sambil menunggu arah konflik Timur Tengah berikutnya,” ujar Fahmi.
Altcoin seperti ETH, XRP, dan SOL juga mulai rebound dari tekanan tajam akhir pekan lalu.
Investor Masih Wait and See, Minyak Mentah Tetap Tinggi
Saat ini, pasar cenderung mengambil posisi “wait and see”. Indeks saham AS bergerak datar, harga emas naik tipis, sementara minyak mentah bertahan di level tinggi sekitar US$76 per barel setelah naik hampir 4%.
“Kekhawatiran pasar meningkat karena Iran bisa saja menutup Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia,” kata Fahmi lagi.
Risiko Inflasi Kembali Menghantui
Selain konflik Iran, investor juga dibayangi berbagai risiko lain—mulai dari perang Rusia-Ukraina, negosiasi dagang AS-China yang stagnan, hingga ancaman Trump untuk menaikkan tarif perdagangan.
“Jika ketegangan ini terus berkembang, bisa menekan inflasi yang sebelumnya mulai melandai,” tambah Fahmi.
Bitcoin Bisa Jadi Peluang, Jika Suku Bunga Turun
Fahmi melihat daya tahan Bitcoin di tengah kondisi geopolitik saat ini sebagai sinyal kekuatan pasar. Jika inflasi tetap stabil dan The Fed menurunkan suku bunga pada September atau akhir tahun, pasar kripto berpotensi mengalami reli signifikan.
“Sentimen positif ini bisa merembet ke altcoin, yang sejauh ini masih underperformed dibanding Bitcoin,” ujarnya.
Strategi Investasi di Tengah Gejolak: Nabung Rutin & Diversifikasi
Untuk investor pemula, Fahmi menyarankan menggunakan strategi dollar cost averaging (DCA) atau menabung rutin. Sementara investor berpengalaman bisa mengadopsi strategi rotasi aset agar bisa mengoptimalkan keuntungan saat pasar bergerak naik turun.
“Fitur seperti Packs di Reku bisa bantu investor berinvestasi otomatis di aset kripto unggulan seperti crypto blue chip, sektor AI, memecoin, dan ETF saham AS. Sistem Rebalancing juga akan menyesuaikan portofolio sesuai kondisi pasar,” jelasnya.
Konflik geopolitik masih jadi momok utama pasar global. Namun, bagi investor yang jeli, ini bisa jadi momentum strategis. Selama strategi investasi dilakukan dengan disiplin dan tools yang tepat, potensi cuan tetap terbuka lebar meski risiko makin tinggi. (*)