IKNPOS.ID – Ketegangan kembali meningkat di Gaza hari ini, setelah terjadi saling tuduh melanggar perjanjian antara Israel dengan Hamas. Israel menggempur Gaza melalui udara respons atas dugaan serangan lebih dulu dilakukan para pejuang Hamas.
Ketegangan terus meningkat meskipun ada upaya gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat. Konflik berlanjut telah menimbulkan korban jiwa dan memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Serangan Udara Israel Mengguncang Gaza
Tentara Israel melancarkan sedikitnya 20 serangan udara di Gaza pada Minggu, 19 Oktober 2025, yang menewaskan sedikitnya 42 warga Palestina. Serangan ini diklaim sebagai respons atas dugaan serangan pejuang Hamas di Rafah.
Namun, Hamas membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka mematuhi perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025. Israel mengklaim pihaknya sedang memperkuat gencatan senjata setelah serangkaian serangan signifikan.
Gencatan senjata yang dimediasi AS menghadapi tantangan besar. Kedua belah pihak saling menuduh melanggar perjanjian. Israel sempat menghentikan sementara pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza akibat dugaan pelanggaran oleh Hamas. Namun, tekanan dari AS membuat Israel membuka kembali penyeberangan bantuan pada Senin, menjanjikan kelanjutan bantuan kemanusiaan.
Krisis kemanusiaan di Gaza kian memburuk. Badan Pertahanan Sipil Gaza melaporkan bahwa sejak gencatan senjata dimulai, sedikitnya 97 warga Palestina tewas dan 230 lainnya luka-luka. Penutupan perbatasan Rafah dan penghentian bantuan kemanusiaan memperparah kondisi kelaparan dan kekurangan obat-obatan di wilayah yang sudah rentan ini.
Sejak 25 Maret 2025, terjadi gelombang protes besar di Gaza menuntut Hamas mengakhiri kekuasaannya dan perang dengan Israel. Protes ini dipicu kelelahan akibat perang dan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Hamas. Beberapa laporan menyebutkan Hamas menindak keras demonstran, termasuk eksekusi dan penculikan.
Rencana Perdamaian yang Kontroversial
Presiden AS, Donald Trump, mengusulkan rencana perdamaian yang mencakup gencatan senjata, pertukaran sandera, demiliterisasi Gaza, serta pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional. Meski demikian, rencana ini mendapat kritik, termasuk dari dalam Israel sendiri, yang meragukan komitmen Hamas terhadap perjanjian.