“Haji tidak sekedar ritual keagamaan. Tetapi juga bagian dari diplomasi utama Indonesia. Semua komunikasi dilakukan melalui nota diplomatik agar memiliki pijakan yang kuat,” jelas Ahrul.
Ia menyatakan isu-isu penting. Termasuk kuota, layanan kesehatan, Smartpass, dan Desa Haji, akan tetap menjadi prioritas yang ditangani oleh Dewan Kerja Sama Tingkat Tinggi (DKT), yang diawasi langsung oleh Presiden RI dan Raja Arab Saudi.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri terus mengawasi perlindungan jamaah. Terutama terkait tantangan administratif terkait penyembelihan DAM (Jamaah Umrah Muslim Indonesia).
Dari sisi transportasi, Direktur Angkutan Udara Kemenhub, Agustinus Budi menekankan pentingnya memaksimalkan potensi bandara alternatif.
Namun, Bandara Taif masih belum dapat beroperasi. Karena landasan pacunya yang panjang dan tidak memadai untuk mengakomodasi operasional pesawat haji.
Seluruh masukan dan evaluasi dari Kementerian dan Lembaga terkait akan jadi bahan penyusunan kebijakan nasional di bidang penyelenggaraan ibadah haji tahun mendatang.
Kemenko PMK juga mendorong segera dilakukannya MoU teknis antara Sekjen Kemenag dan Sestama BP Haji.
Terutama dalam konteks transisi kelembagaan sambil menunggu pembahasan RUU Haji dan Umrah.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Syafi’i menuturkan, saat ini sedang mensinkron-kan Perpres (Peraturan Presiden) tentang Kementerian Haji dan Umrah dengan undang-undang tentang pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang baru ditetapkan.
Dikatakan Romo, adanya kementerian baru ini, seluruh kewenangan penyelenggaraan haji dan umrah tidak lagi berada di Kementerian Agama.
“Maka dengan ditetapkannya Kementerian Haji dan Umrah, semua urusan yang terkait dengan penyelenggaraan haji dan umrah sudah tidak lagi di Kementerian Agama. Tapi dialihkan sepenuhnya kepada Kementerian Haji dan Umrah,” jelas Romo dalam pada Disway.
Proses transisi kelembagaan ini juga mencakup pemindahan pegawai, tugas dan fungsi, serta aset. “Ini tentu harus ada pembicaraan-pembicaraan yang transisional,” tambahnya.