-
PT Navigator Khatulistiwa
-
PT Orbit Terminal Merak (OTM)
Dua perusahaan ini disebut-sebut sebagai bagian dari skema korupsi pengelolaan minyak Pertamina periode 2018–2023. Modus yang digunakan antara lain:
-
Manipulasi harga beli dan jual minyak untuk keuntungan pribadi.
-
Penggunaan perusahaan perantara untuk mengaburkan aliran dana.
-
Kolaborasi dengan oknum internal Pertamina untuk memuluskan transaksi ilegal.
Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai triliunan rupiah.
Ditetapkan Tersangka, Dicegah ke Luar Negeri
Setelah penetapan tersangka, Kejagung langsung meminta pencegahan Riza Chalid ke luar negeri. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut langkah ini sebagai bentuk antisipasi atas potensi pelarian.
Namun, menurut informasi yang beredar, Riza Chalid sudah berada di Singapura. Meski demikian, pihak Kejagung memastikan terus melakukan koordinasi dengan imigrasi dan atase kejaksaan di luar negeri untuk mengawasi pergerakan sang pengusaha.
“Dia kan harus kembali untuk perpanjangan izin tinggal,” ujar Harli.
Status Buron atau Tidak? Ini Penjelasan Kejagung
Meski sudah menjadi tersangka, Riza Chalid belum ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Menurut Kejagung, proses pemanggilan resmi sebagai tersangka masih akan dilakukan.
Jika Riza tidak menunjukkan itikad baik, maka statusnya akan ditingkatkan menjadi buron dan red notice Interpol bisa diterbitkan untuk menangkapnya secara internasional.
Apa Kata Publik dan Pengamat?
Penetapan Riza Chalid sebagai tersangka membuat publik kembali menyoroti ketimpangan hukum dan pengaruh oligarki bisnis di sektor energi.
Banyak yang bertanya-tanya: bagaimana mungkin seorang individu bisa begitu lama beroperasi tanpa tersentuh hukum?
Pengamat hukum dan energi menyebut bahwa kasus ini bisa menjadi titik balik jika Kejagung konsisten menindak tegas semua pihak yang terlibat, tak peduli seberapa kuat pengaruhnya.