Angka ini juga menjadi sorotan di tengah dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sebagian besar kekayaan Riza Chalid disinyalir berasal dari aktivitas perdagangannya di sektor minyak dan gas.
Kekayaan Riza Chalid kini menjadi sorotan tajam di tengah penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina.
Kerugian Negara dan Modus Operandi
Meskipun Kejagung belum merinci secara spesifik bagaimana Riza Chalid, melalui perusahaannya, diduga menyebabkan kerugian negara, kasus korupsi tata kelola minyak ini seringkali terkait tiga hal:
- Manipulasi harga pembelian/penjualan minyak: Membeli dengan harga tinggi atau menjual dengan harga rendah untuk mendapatkan kickback atau keuntungan ilegal.
- Penggunaan perusahaan perantara: PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan PT Navigator Khatulistiwa diduga menjadi bagian dari skema ini.
- Penyalahgunaan wewenang: Kolaborasi dengan oknum di Pertamina untuk memuluskan transaksi yang tidak sah.
Diketahui, Global Energy Resources, pernah menjadi pemasok utama Petral di masa lalu. Meski Petral sudah dibubarkan, sejarah keterlibatan Riza Chalid dalam ekosistem perdagangan minyak Pertamina menjadi relevan dalam memahami jaringannya.
Penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, terlihat dari pola atau keterlibatan yang berkesinambungan.
Bagaimana Proses Hukum Riza Chalid
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan Mohammad Riza Chalid sudah masuk dalam daftar cegah pasca penetapannya sebagai tersangka.
“Karena yang bersangkutan sudah masuk dalam daftar cegah. Kita berkoordinasi dengan instansi terkait. Termasuk dengan pihak imigrasi,” ujar Harli Siregar di depan Gedung Penkum Kejagung, Jakarta, Jumat, 11 Juli 2025.
Kejagung, lanjutnya, tidak hanya bergantung pada pencegahan di dalam negeri. Harli mengungkapkan pergerakan Riza Chalid sudah diawasi setelah penyidik berkoordinasi dengan perwakilan kejaksaan di luar negeri. Yaitu para atase kejaksaan.