IKNPOS.ID – Permohonan eks Marinir Satria Arta Kumbara kepada Presiden Prabowo Subianto agar bisa kembali menjadi WNI mendapat sorotan tajam.
Setelah diketahui pernah bergabung sebagai tentara bayaran Rusia tanpa izin negara, sejumlah anggota Komisi I DPR RI menyebut bahwa tindakan Satria berpotensi melanggar Undang-Undang Kewarganegaraan. Sehingga, negara tidak wajib memberikan perlindungan hukum maupun diplomatik.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Laksono, menegaskan bahwa keterlibatan WNI dalam dinas militer asing tanpa restu Presiden dapat menyebabkan kehilangan status kewarganegaraan.
“Isu ini tidak bisa ditangani sembarangan. Mengacu pada UU No. 12 Tahun 2006, jika WNI bergabung secara aktif dengan militer asing tanpa izin Presiden, status kewarganegaraannya dapat dicabut,” tegas Dave, Selasa 22 Juli 2025.
Dave menyatakan bahwa pemerintah perlu mengecek legalitas status kewarganegaraan Satria secara administratif. Evaluasi terhadap kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi syarat penting sebelum mempertimbangkan proses pemulangan.
“Komisi I DPR menegaskan, kesetiaan terhadap NKRI adalah indikator utama dalam proses ini,” tambahnya.
DPR pun mendorong kolaborasi antar instansi, mulai dari Kemenkumham, Kemenlu, hingga Mabes TNI, untuk menentukan langkah hukum dan administrasi yang tepat.
“Kedaulatan negara dan keadilan publik harus jadi pertimbangan utama, di samping tetap menjunjung prinsip due process dalam hukum,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menegaskan jika status kewarganegaraan Satria telah dicabut, maka pemerintah tidak berkewajiban memberi perlindungan.
“Jika telah dinyatakan bukan WNI, tidak ada dasar hukum bagi pemerintah untuk memberi perlindungan diplomatik,” jelas Hasanuddin.
Ia merujuk pada Pasal 23 huruf d UU No. 12/2006 yang menyatakan bahwa warga negara kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin. Peraturan serupa juga tertuang dalam PP No. 21 Tahun 2022 Pasal 31 ayat 1 dan Pasal 32, yang mewajibkan adanya laporan dari instansi terkait ke Kemenkumham untuk memproses pencabutan status kewarganegaraan.