IKNPOS.ID – Pemerintah mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran, salah satunya mengurangi rapat-rapat pemerintah digelar di hotel. Namun demikian, kebijakan tersebut tidak berdampak terhadap okupansi di sejumlah hotel di Kalimantan Timur (Kaltim). Okupansi hotel di Samarinda masih terbilang normal.
Ketua Badan Pimpinan Cabang (BPC) PHRI Samarinda Leny Marlina mengatakan, kebijakan efisiensi anggaran yang diprogramkan oleh pemerintah hingga saat ini tidak memberikan dampak berkurangnya kunjungan tamu.
Tidak ada dampak signifikan terhadap tingkat hunian hotel di Kota Samarinda hingga awal April 2025, namun fluktuasi tetap ada.
“Fluktuasi tingkat hunian hotel merupakan siklus tahunan yang lazim terjadi,” kata Leny Marlina di Samarinda, Minggu, 13 April 2025.
Dia mengakui saat ini tingkat hunian sedang sepi, namun hal ini merupakan periode awal tahun, yakni Januari hingga Mei masuk masa sepi atau low season bagi industri perhotelan di Kota Tepian.
Leny menjelaskan pada periode low season, kamar-kamar hotel di Samarinda lebih banyak diisi oleh wisatawan domestik, terutama dari kota/kabupaten sekitar seperti Bontang, Kutai Kartanegara (Kukar), hingga Kutai Timur yang berkunjung untuk berlibur.
PHRI Samarinda belum memprediksi apakah kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah, baik pusat dan daerah, akan berdampak pada industri perhotelan pada masa satu tahun.
Sebab, kegiatan-kegiatan instansi pemerintah, lanjut Lenny, seringkali mulai ramai pada triwulan kedua dan mencapai puncaknya pada Agustus hingga Desember. Dan okupansi hotel di Samarinda akan meningkat pada masa itu.
Leny mengakui kegiatan-kegiatan pemerintah memberikan kontribusi terhadap pendapatan hotel di Samarinda. Sehingga jika terjadi pengurangan anggaran yang berimbas pada kegiatan pemerintah minim di hotel, potensi penurunan pendapatan tidak dapat dihindari.
Menyikapi kekhawatiran tersebut, PHRI Samarinda belum menerima keluhan terkait dampak efisiensi anggaran pemerintah dari para anggota. T
ermasuk informasi mengenai pengurangan karyawan atau bahkan pemutusan hubungan kerja di sektor jasa perhotelan Samarinda akibat kebijakan tersebut.