IKNPOS.ID – Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk melakukan efisiensi anggaran dengan memangkas alokasi untuk sektor infrastruktur sebesar 34,3% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk para ekonom yang menyoroti potensi dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, menyayangkan langkah tersebut.
Ia menekankan bahwa infrastruktur memiliki efek berganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja.
“Sangat disayangkan ketika yang dipotong itu adalah infrastruktur karena ini dasar untuk penyerapan tenaga kerja. Mudah-mudahan yang dipotong itu untuk perawatan-perawatan infrastruktur, bukan pembangunan fisik,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik dikutip Kamis 30 Januari 2025.
Abdul Manap menambahkan, jika pemangkasan tersebut menyasar anggaran untuk pembangunan infrastruktur fisik baru dan belanja modal, maka belanja pemerintah akan semakin menurun.
Padahal, belanja modal pemerintah pusat merupakan salah satu kontributor utama pertumbuhan ekonomi.
Ia juga menyoroti bahwa porsi belanja modal dalam Rancangan APBN 2025 hanya mencakup 7,08% dari total belanja, turun hampir 50% dari porsi 2024 yang mencapai 13,25%.
Dengan alokasi anggaran infrastruktur dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 sebesar Rp400,38 triliun, pemangkasan 34,3% berarti anggaran infrastruktur berkurang sekitar Rp137,72 triliun.
Namun, dalam APBN 2025 tidak dijelaskan secara rinci nominal anggaran infrastruktur, sehingga angka tersebut dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari RAPBN 2025.
Akibatnya, porsi anggaran infrastruktur terhadap belanja pemerintah secara keseluruhan akan lebih rendah lagi.
Selain itu, Abdul Manap mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran infrastruktur juga akan berdampak langsung pada ekonomi daerah.
“Daerah kalau hanya bertumpu pada belanja pegawai, ya habis saja tidak ada efek berganda terhadap perekonomian. Kenapa tidak yang lain [dipangkas]?” tuturnya.