INPOS.ID – Serikat Pekerja Perkayuan Perhutanan dan Umum Indonesia (SP Kahutindo) Kalimantan Timur (Kltim) memperkirakan penetapan upah minmun provinsi (UMP) 2025 akan tertunda.
Hal ini disebabkan terjadi, kekosongan hukum untuk mementapkan UMP menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan sebagian uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait pengupahan.
Dengan demiian, belum ada kesepakatan antara serikat pekerja dan asosiasi pengusaha terkait besaran kenaikan UMP.
Padahal, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 PP 51/2023, upah minimum provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat tanggal 21 November tahun berjalan. Namun hingga kini belum ada pembicaraan mengenai UMP.
Dewan Pengupahan Provinsi belum melaksanakan rapat bersama serikat pekerja dan pengusaha untuk membahas penghitungan kenaikan UMP tahun 2025.
Ketua SP Kahutindo Kaltim, Sukarjo, mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan (PP 51/2023) tidak lagi dapat dijadikan acuan.
Ini lantaran MK mengabulkan sebagian uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait pengupahan, 31 Oktober 2024.
Menurut dia, saat PP 51 tahun 2023 masih berlaku, buruh tidak bisa mengusulkan penyesuaikan UMP. Namun dengan diterbitkan putusan MK itu, buruh akan menuntut kenaikan UMP sebesar 15%.
“Sekarang dengan terbitnya, putusan MK kami akan menuntut kenaikan 15 persen dari UMP tahun 2024,, ujar Sukarjo, dikutip dari laman kaltimpost, Rabu 13 November 2024,
Sukarjo menjelaskan bahwa usulan kenaikan 15 persen dari UMP Kaltim tahun 2024 didasarkan pada kenaikan biaya hidup di Kaltim.
Penyesuaian ini diperlukan untuk mempertahankan daya beli pekerja, terutama bagi mereka yang lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Menurut dua, bulan lalu, Dewan Pengupahan Provinsi Kaltim telah melakukan simulasi kenaikan UMP tahun 2025 sebesar 4,09 persen atau Rp 136.820, berdasarkan PP 51/2023.
Simulasi ini memperhitungkan berbagai faktor seperti konsumsi per kapita, jumlah anggota rumah tangga, pertumbuhan ekonomi provinsi, dan inflasi.
Namun, dengan adanya putusan MK, dasar perhitungan ini tidak lagi berlaku.
Sukarjo meminta pemerintah hmengikuti putusan MK yang sifatnya final dan mengikat dalam merumuskan penghitungan UMP tahun 2025.
Namun diakuinya, sejak terbitnya putusan MK, Dewan Pengupahan Provinsi belum melaksanakan rapat bersama serikat pekerja dan pengusaha untuk membahas penghitungan kenaikan UMP tahun 2025.
“Sampai sekarang ini, Dewan Pengupahan belum ada rapat penentuan itu. Karena mau ditentukan kenaikannya, tapi dasarnya enggak ada,” jelas Sukarjo.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 29 PP 51/2023, upah minimum provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat tanggal 21 November tahun berjalan.
Namun, karena situasi yang tidak normal, kemungkinan besar pengumuman ini akan tertunda.