IKNPOS.ID – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) berpotensi menimbulkan konflik terkait tanah ulayat yang dapat menghambat proses pembangunan mega proyek tersebut. Ada sejumlah faktor yang memungkinkan munculnya konflik itu.
Menurut Guru Besar Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Prof Firmanto Laksana, potensi konflik bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tumpang tindih penguasaan tanah, kurangnya pengakuan hak adat, ketidaksesuaian kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, proses pengadaan tanah yang tidak transparan, serta ganti rugi yang tidak layak.
Hal tersebut disampaikan Firmanto saat menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Optimalisasi Pencegahan Konflik Tanah Ulayat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Dalam Perspektif Hukum” saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Fakultas Hukum Unissula Semarang, Jumat 5 Juli 2024.
Firmanto menyatakan, tanah ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Untuk menyelesaikan konflik tanah ulayat di IKN, Firmanto memberikan setidaknya empat gagasan yang sangat penting.
Pertama, melalui pendekatan “pentahelix”, yaitu pendekatan yang melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media. “Pendekatan itu menjadi landasan utama dalam menciptakan solusi yang komprehensif,” ungkapnya.
Kedua, penataan regulasi dan perlindungan tanah ulayat, yakni perlunya pemerintah memperkuat regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak tanah ulayat dengan membuat peraturan khusus yang hanya dibuat untuk wilayah IKN melalui sebuah Keputusan Presiden dan dilaksanakan dengan peraturan Otorita IKN.
Ketiga, pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai pihak seperti Otorita IKN, Forkopimda, akademisi, tokoh masyarakat, dan media juga perlu dilakukan untuk mengintegrasikan berbagai perspektif dan keahlian dalam menyelesaikan sengketa tanah ulayat secara efektif.
Perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum yang tegas, serta penataan kembali regulasi agraria, lanjut dia, menjadi langkah krusial untuk memastikan pembangunan IKN berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Keempat, penataan daerah penyangga. Penataan dan pengembangan daerah penyangga sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RT/RW) IKN juga menjadi langkah strategis.
Ia mengatakan bahwa daerah penyangga tersebut perlu dirancang untuk menampung pertumbuhan populasi, serta aktivitas ekonomi tanpa mengganggu keseimbangan ekologi dan hak-hak adat.
“Dengan implementasi langkah-langkah ini, diharapkan konflik tanah ulayat di IKN dapat diminimalisir atau diselesaikan secara adil dan transparan sehingga menciptakan lingkungan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat,” kata Firman.