Tujuan utama saya sebenarnya ke Pare. Di ibu kota Kabupaten Kediri itu berdiri Panji Corporate University. Milik Pemda.
Sejak dua tahun lalu. Anda sudah tahu siapa bupati di Kediri: Hanindhito Himawan Pramono. Anda juga sudah tahu siapa ia: anak Pramono Anung, Sekretaris Kabinet saat ini.
Panji mengundang saya. Para pegawai negeri di sana diharuskan selalu menambah pengetahuan lewat Corpu Panji.
“Sejak ada Panji nilai ASN di sini naik dari 55 ke 82,” ujar Wakil Bupati Kediri, Dewi Mariya Ulfa.
Dia lulusan fakultas elektro Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya tahun 2005. Dulunya pengurus pusat IPPNU, pelajar putri NU, kini ketua Fatayat Kediri, pemudi NU.
“Masih di Fatayat?” tanya saya.
“Masih ketua,” jawabnyA.
“Belum ke Muslimat?” tanya saya lagi.
“Kan masih pakai parfum. Kalau sudah pakai minyak angin baru Muslimat,” jawabnyi bercanda.
Saya baru tahu sekarang ini ada guyon seperti itu: bau minyak telon itu IPPNU. Bau parfum itu Fatayat NU. Bau minyak angin itu Muslimat NU.
“Apakah akan digandeng lagi oleh Dito?”
“Saya mengalir saja,” jawabnya.
Di Kediri memang terpasang banyak sekali baliho. Bunyinya: Kediri Ditoto. Maksudnya: Ditoto oleh Dito. Dito maju lagi.
Dito adalah panggilan Hanindhito Himawan Pramono. Ia masih sangat muda. Waktu pertama terpilih dulu usianya baru 29 tahun.
Memang Panji Corpu-lah yang mengundang saya, tapi apa salahnya mampir bandara. Tak terbayangkan Kediri punya bandara. Besar pula. Jaraknya hanya dua jam dari bandara Juanda. Dua jam pula dari bandara Solo.
Itu karena Kediri punya pabrik rokok besar Gudang Garam. GG-lah yang membangun bandara itu. Dengan investasi sebesar Rp 13 triliun.
Saya tidak tahu bagaimana cara menghitung pengembalian investasi sebesar itu. Anda pun tahu: bandara sulit mendatangkan keuntungan. Terutama untuk jangka pendek. Apalagi di sebuah kabupaten.
Pasti ada tujuan non komersial yang mulia: membangun daerah. Yakni di mana GG dilahirkan dan dibesarkan.