IKNPOS.ID – Sejak menjadi kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), makin menarik untuk diulik.
Tidak hanya pariwisatanya, tetapi juga budayanya. Seperti juga daerah lainnya, masyarakat di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. masih melakukan budaya ritual.
Budaya ritual terus dilakukan sehingga lestari sampai saat ini. Ritual itu masih dilakukan secara turun temurun masyarakat PPU terutama suku Paser.
Berikut budaya ritual yang masih dilakukan oleh masyarakat di PPU terutama suku Paser:
1. Upacara Balian
Balian merupakan upacara adat sebagai sarana media pengobatan tradisional untuk penyakit jasmani maupun rohani yang tidak bisa disembuhkan secara medis.
Masyarakat suku Paser mempercayai upacara Balian sebagai bentuk penghormatan, dan kepercayaan serta wujud rasa syukur terhadap roh leluhur.
Upacara Balian memiliki tiga tahapan pelaksanaan yaitu persiapan, inti upacara, dan penutupan.
Pelaksanaan upacara Balian dipimpin oleh seorang pemelian yang diikuti oleh pelaku upacara yaitu pengugu ramu, balian dadas, pembaca mantra, penyaji sesajen, dan pemain musik.
Upacara Balian mengandung makna doa-doa keselamatan agar masyarakat terhindar dari marabahaya.
2. Nondoi
Nondoi merupakan salah satu jenis upacara Balian masyarakat suku Paser yang menjadi festival budaya di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Upacara Nondoi merupakan salah satu ritual adat tertua bagi masyarakat suku Paser.
Upacara ini pertama kali dilaksanakan oleh Nalau Raja Nondoi, salah satu raja Kasultanan Paser.
Nondoi merupakan upacara adat yang bertujuan untuk bersih kampung dari hal-hal negatif yang dapat mengganggu masyarakat.
3. Mayar Sala
Mayar Sala merupakan tradisi masyarakat suku Paser untuk mendamaikan perselisihan atau pertikaian yang terjadi antar warga suku Paser maupun dengan warga di luar suku Paser.
Dalam tradisi Mayar Sala, kedua pihak yang bertikai melakukan musyawarah yang dipimpin oleh seorang Mulung dan kepala suku adat (Tuwo Kampoeng).
Pelaksanaan tradisi ini diharapkan dapat meredam terjadinya dendam kedua belah pihak yang bertikai melalui perantara roh leluhur.
4. Tipong Tawar
Tipong tawar merupakan mantra yang digunakan dalam ritual pertanian yang dilakukan oleh masyarakat suku Paser.
Mantra ini diyakini sebagai media perantara antara keinginan masyarakat yang disampaikan kepada Tuhan.
Pembacaan mantra Tipong tawar dilakukan oleh seorang Balian atau dukun ketika masa menanam padi (Nasok Nias) dan panen (Nasok Nias).
Mantra Tipong Tawar merupakan bentuk sastra lisan yang menggunakan bahasa Paser.
Dalam mantra tersebut mengandung makna harapan dan doa agar usaha pertanian mereka mendapatkan berkah dari Tuhan.
Selain itu, ritual ini juga menjadi sarana gotong royong masyarakat dalam kegiatan menanam dan panen padi.