IKNPOS.ID – Seorang ahli kripto menilai bahwa Pi Network berpotensi menjadi proyek rug pull atau penipuan aset digital. Pandangan ini muncul setelah proyek tersebut, yang sempat memiliki valuasi lebih dari $20 miliar, dilaporkan kehilangan sekitar $18 miliar hanya dalam waktu enam bulan terakhir.
Berdasarkan data CoinGecko, pada 8 Oktober 2025, harga Pi Network (PI) tercatat di $0.2406, turun 9,6% dalam 24 jam terakhir. Jika dikonversikan ke rupiah (kurs $1 = Rp16.603), satu Pi bernilai sekitar Rp3.994.
Harga ini berada di kisaran bawah antara $0.2382 hingga $0.2664, menunjukkan tekanan jual yang masih kuat di pasar.
Penurunan harga ini juga menekan kapitalisasi pasar Pi Network menjadi $1,98 miliar, dengan valuasi terdilusi penuh mencapai $3,05 miliar. Sementara itu, volume perdagangan harian tercatat sekitar $54,67 juta, menandakan aktivitas jual beli masih tinggi meski sentimen pasar melemah.
Nilai Pi Network Anjlok Lebih dari 90%
Kepercayaan investor terhadap Pi Network merosot tajam setelah harga tokennya jatuh lebih dari 90% dari level tertingginya.
Ahli komunitas kripto, Mr. Spock Ape, menyebut kejatuhan ini sebagai “praktis sebuah rug pull.” Ia menilai banyak penambang (Pioneers) masih aktif menambang meski nilai proyek terus menurun.
Spock juga menyoroti keyakinan sebagian komunitas terhadap Global Consensus Value (GCV) — klaim lama bahwa satu Pi bernilai $314.159. Menurutnya, konsep ini kini telah menjadi “mitos” yang memberi harapan palsu, sementara pasar sebenarnya mengalami kesulitan likuiditas dan minim dukungan dari bursa besar.
Dugaan Salah Kelola dan Konflik Internal
Kecurigaan terhadap potensi rug pull semakin kuat setelah muncul tuduhan terkait salah kelola dana proyek sekitar $20 juta. Mantan eksekutif Pi Network, McPhilip, bahkan mengklaim dirinya diberhentikan secara tidak adil.
Dokumen pengadilan menunjukkan adanya ketegangan internal antara dua pendiri Pi Network, Dr. Nicolas Kokkalis dan Chengdiao Fan. Beberapa sumber internal menyebut suasana kerja di tim inti sebagai “beracun.” Isu yang muncul sejak 2020 ini kembali mencuat di tengah desakan komunitas agar proyek lebih transparan dalam penggunaan dana dan distribusi reward penambangan.