IKNPOS.ID – Pengakuan yang lama ditunggu dunia, terutama oleh negara-negara Muslim, akhirnya muncul. Inggris, Kanada, dan Australia mengakui negara Palestina, Minggu, 21 September 2025.
Langkah tiga negara Barat itu didasari rasa frustrasi atas perang Gaza dan bertujuan untuk mendorong tercapainya solusi dua negara di konflik Palestina-Israel.
Namun, pengakuan dari Inggris-Australia-Kanada atas negara Palestina ini juga berpotensi membuat marah Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat.
Keputusan tiga negara Barat, yang selama ini merupakan sekutu tradisional Israel, sejalan dengan sekitar 140 negara lain yang juga mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk tanah air merdeka dari wilayah yang diduduki Israel.
Keputusan Inggris ini memiliki simbolisme tersendiri mengingat peran besarnya dalam pembentukan Israel sebagai negara modern pasca Perang Dunia II.
“Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina,” kata Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.
Starmer menulis surat kepada Abbas untuk mengonfirmasi keputusan Inggris, dengan menyatakan bahwa London telah mendukung tanah air bagi Yahudi pada tahun 1917, sekaligus berjanji untuk melindungi hak-hak komunitas non-Yahudi.
“Saya menegaskan kembali komitmen Inggris untuk Negara Palestina bagi rakyat Palestina, dan dukungan abadi kami untuk solusi dua negara di mana warga Palestina dan Israel hidup berdampingan dalam damai dan aman,” ujarnya dalam surat tersebut.
Krisis kemanusiaan buatan manusia di Gaza mencapai titik terendah. Pengeboman yang terus-menerus dan terus meningkat oleh pemerintah Israel di Gaza, serangan beberapa minggu terakhir, serta kelaparan dan kehancuran yang terjadi benar-benar tak tertahankan.
Negara-negara lain, termasuk Prancis, diperkirakan akan mengikuti langkah ini di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Pemerintah Barat telah mendapat tekanan dari banyak pihak di partai mereka dan masyarakat yang marah atas terus meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza, gambaran anak-anak yang kelaparan, dan ketidakmampuan negara mereka untuk mengendalikan Israel, bahkan terus menyediakan senjata.