IKNPOS.ID – Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menyoroti masalah klasik dalam pengelolaan dana pendidikan di Indonesia.
Bukan soal anggaran yang kurang, melainkan justru karena banyak sekolah tidak mampu menghabiskan dana pendidikan yang sudah diberikan.
Menurutnya, dana tersebut sering digunakan untuk hal yang sebenarnya belum mendesak.
“Dia pakai beli kursi padahal kursinya masih bagus, cat sekolah, ganti pagar, padahal karena dia tidak tahu bagaimana menghabiskan dana pendidikan,” kata Sri Mulyani saat berbicara di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Jumat (8/8/2025).
Alhasil, dana yang seharusnya digunakan untuk membantu siswa tidak mampu justru terserap pada pengeluaran fisik yang tidak prioritas.
Solusi: Dana Abadi Pendidikan Sejak 2009
Masalah inilah yang membuat pemerintah mulai memikirkan solusi jangka panjang.
Sejak 2009, pemerintah membentuk dana abadi pendidikan untuk memastikan 20% anggaran pendidikan dari APBN tidak terbuang sia-sia.
Dana ini pertama kali dibentuk pada tahun 2010 dengan modal awal Rp 1 triliun, dan jumlahnya terus meningkat hingga mencapai Rp 154,1 triliun pada 2025.
Sri Mulyani menjelaskan, ada dua tujuan utama dari pembentukan dana abadi ini:
Menjaga agar anggaran pendidikan lebih bermanfaat dan tidak habis untuk belanja yang tidak prioritas.
Mencetak generasi muda Indonesia yang berpendidikan kelas dunia dengan memberikan kesempatan kuliah di universitas top luar negeri.
Inspirasi dari Negara Tetangga
Keinginan untuk mengirim anak-anak Indonesia kuliah di kampus bergengsi dunia ternyata datang dari pengalaman pribadi Sri Mulyani.
Saat bertemu dengan menteri keuangan negara ASEAN, ia menyadari bahwa banyak pejabat Malaysia dan Singapura memiliki staf lulusan Harvard, Columbia, Stanford, hingga London School of Economics.
“Saya bilang anak buah saya tidak ada yang lulusan di situ,” ungkapnya.
Dari situlah muncul kesadaran bahwa Indonesia perlu mengejar ketertinggalan pendidikan dan mencetak talenta yang mampu bersaing di kancah internasional.