IKNPOS.ID – Proyek pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbudristek pada masa pandemi 2020–2022 menimbulkan kontroversi besar.
Dengan anggaran mencapai Rp9,9 triliun, proyek ini disinyalir menjadi lahan praktik rasuah, terutama melalui mekanisme kickback dan spesifikasi yang diduga mengunci merk tertentu
Sejak 2021, dua lembaga anti-korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (Kopel), telah mengungkap kejanggalan proyek ini
Almas Sjafrina (ICW) menyatakan bahwa penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) melanggar peraturan Perpres 123 Tahun 2020, karena pengusulan tidak berasal dari daerah melainkan dari pusat
Semestinya pengadaan dengan dana negara muncul di aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Namun, proyek ini tidak tercantum, dan proses e-purchasing jadi tidak terpantau publik
Hal ini membuka kemungkinan besar terjadinya penyimpangan dan kolusi.
Spesifikasi Chromebook yang sangat bergantung pada koneksi internet dinilai tidak cocok untuk sejumlah daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) di Indonesia, di mana infrastruktur belum memadai.
Padahal, uji coba pada 2019 sudah menunjukkan bahwa perangkat ini tidak efisien
Aneh jika kemudian dipaksakan dalam pengadaan besar-besaran.
Spesifikasi teknis dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk Chromebook membuat hanya 6 vendor besa seperti Zyrex, Advan, Axioo, Acer, Evercoss, dan Supertone yang berpotensi lolos tender, menciptakan kondisi tidak sehat sejalan UU No. 5/1999 tentang persaingan usaha
ICW menilai ini menjadi indikasi permufakatan jahat untuk mark up harga dan kickback.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menyelidiki skandal ini secara resmi sejak 20 Mei 2025, dengan setidaknya 28 saksi telah diperiksa, termasuk beberapa staf khusus eks-mendikbud.
Penyidik juga sudah melakukan penggeledahan untuk mengumpulkan dokumen bukti elektronik
ICW dan Kopel mendesak agar PPK, kuasa pengguna anggaran, bahkan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim diperiksa, karena mereka diduga menjadi pihak yang menginstruksikan dan menetapkan kebijakan kontroversial ini