IKNPOS.ID – Pembangunan jalan tol Ibu Kota Nusantara (IKN) kini bukan lagi sekadar rencana ambisius pemerintah, tapi sudah menjelma menjadi infrastruktur nyata yang membentang di tengah alam Kalimantan Timur.
Menghubungkan Kota Balikpapan dengan kawasan inti pemerintahan IKN, proyek jalan tol ini ditargetkan tersambung penuh pada Juni 2025, membuka jalur vital bagi pergerakan manusia, logistik, dan investasi.
Dengan panjang total 27,4 kilometer, tol IKN terdiri dari tiga seksi utama yang menjadi tulang punggung penghubung antara wilayah pesisir Balikpapan hingga ke jantung pemerintahan baru Indonesia di Sepaku.
Jalan tol ini tidak hanya menjadi urat nadi mobilitas, tetapi juga simbol perubahan besar yang menyentuh segala aspek: ekonomi, lingkungan, hingga teknologi.
Seksi 3A, 3B, dan 5A: Rangkaian Konektivitas Masa Depan
Berikut adalah rincian tiga seksi utama jalan tol IKN:
-
Seksi 3A: Karangjoang – KKT Kariangau (13,4 km)
Kini sedang memasuki tahap pengaspalan, termasuk pembangunan Jembatan Sungai Wain yang memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan. -
Seksi 3B: KKT Kariangau – Simpang Tempadung (7,3 km)
Menjadi rumah bagi Jembatan Satwa, sebuah inovasi menarik yang dirancang agar satwa liar dapat melintasi area tol tanpa terganggu, menjaga harmoni antara pembangunan dan ekosistem lokal. -
Seksi 5A: Simpang Tempadung – Jembatan Pulau Balang (6,7 km)
Akan menghubungkan langsung ke akses utama menuju kawasan IKN dari sisi barat.
Jembatan Satwa: Simbol Infrastruktur Hijau
Salah satu sorotan paling menarik dari proyek tol ini adalah hadirnya Jembatan Satwa. Dirancang sebagai jembatan penyeberangan satwa liar, infrastruktur ini menjadi bagian penting dari komitmen pemerintah terhadap konservasi dan lingkungan.
“Jembatan Satwa akan menjadi ikon tol IKN. Ini adalah bentuk komitmen terhadap konservasi dan infrastruktur hijau,” ujar Reiza Setiawan, Direktur Sistem Strategi Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan, Ditjen Bina Marga.
Dalam konteks IKN sebagai kota masa depan yang berkelanjutan, kehadiran infrastruktur seperti ini menjadi pesan kuat bahwa pembangunan tidak berarti mengorbankan alam.