IKNPOS.ID – Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan, pemindahan paksa warga Palestina di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan.
UNRWA menyebut, jumlah orang yang dievakuasi dari wilayah Tepi Barat yang diduduki mencapai 40.000 jiwa sejak Januari tahun ini.
Peringatan UNRWA muncul saat pasukan Israel melanjutkan serangan besar-besaran mereka pada Selasa, 11 Februari 2025. Pasuka Israel dilaporkan menyerbu Jenin dan menangkap tiga orang, sambil menghancurkan lebih dari selusin rumah di dua wilayah dekat kota Hebron.
“Sejak dimulainya operasi Israel pada 21 Januari, yang menargetkan kamp pengungsi Jenin dan kota yang berdekatan, serangan telah meluas ke wilayah lain di wilayah yang diduduki,” bunyi pernyataan UNRWA, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Dilaporkan pula, beberapa kamp pengungsi, termasuk Jenin, Tulkarem, Nur Shams, dan Far’a, telah “hampir dikosongkan dari penghuninya”. Ini menggambarkan operasi militer yang berlangsung hampir tiga minggu itu sebagai “operasi terlama di Tepi Barat” sejak Intifada kedua.
Menurut UNRWA, keempat kamp itu secara kolektif menampung sekitar 76.600 pengungsi Palestina. UNRWA juga mengatakan, “operasi yang berulang dan merusak” yang dilakukan oleh pasukan Israel “telah membuat kamp pengungsi di utara tidak dapat dihuni, menjebak penduduk dalam pengungsian berulang”.
“Pada tahun 2024, lebih dari 60 persen pengungsian merupakan hasil dari” operasi pasukan Israel, “tanpa adanya perintah pengadilan,” lanjut pernyataan UNRWA.
Pada tahun 2025 sejauh ini, UNRWA mencatat, Israel telah melakukan 38 serangan udara yang menargetkan Tepi Barat.
Menurut Armed Conflict Location and Event Data (ACLED), sebuah kelompok pemantau krisis yang berbasis di AS, operasi di Tepi Barat telah menewaskan hampir 70 orang dan sedikitnya 44 kematian terkait dengan operasi Israel di Jenin, Tulkarem, dan Tubas. Angka-angka ini didukung oleh Kementerian Kesehatan Palestina.
Sejak 30 Januari, UNRWA tidak lagi memiliki kontak dengan otoritas Israel. Karenanya, mustahil untuk menyampaikan kekhawatiran tentang penderitaan warga sipil di wilayah Palestina. “Hal ini menempatkan kehidupan pengungsi Palestina dan staf UNRWA yang melayani mereka pada risiko yang serius,” katanya.