IKNPOS.ID-Dokter spesialis neurologi Dr. dr. Pepi Budianto, Sp.N, Subsp.NN(K), FINR, FINA mengungkapkan bahwa pekerja dengan sistem shift berisiko tinggi mengalami migrain.
“Ada profesi atau pekerjaan tertentu yang cukup tinggi rentan terhadap migrain ini, yaitu pekerja dengan sistem shift,” ungkap dr. Pepi pada Webinar Migraine Awareness Month, Rabu 19 Juni 2024.
Ia menyebut beberapa profesi, seperti dokter, perawat, penjaga toko 24 jam, penjaga keamanan, satpam, dan lain sebagainya rentan terhadap migrain.
Hal ini berkaitan dengan terganggunya irama sirkadian tubuh ketika harus bertugas di malam hari.
“Tentu saja karena dia harus jaga malam, mungkin ada kesulitan pada saat dia mulai tidur, waktu tidur yang kurang, kualitas tidurnya juga tidak baik,” bebernya.
“Semuanya itu akan mengganggu irama sirkadian dan ini akan mencetuskan suatu mgrain. Jadi pekerja shift itu risikonya juga tinggi untuk mengalami migrain,” tandasnya.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mencetus migrain di tempat kerja, yang pertama adalah jam kerja berlebihan.
“Pada saat kita bekerja secara berlebihan, tentu saja terjadi stres, baik itu stres fisik maupun stres pikiran bagi pekerja tersebut, dan ini akan mencetuskan migrain,” imbuhnya.
Postur tubuh yang kurang baik, termasuk penggunaan kursi yang kurang nyaman juga bisa berpengaruh hingga seseorang mengalami migrain.
Ketika bekerja, seseorang terkadang kurang memperhatikan pola makan, seperti makan makanan fast food dan berpenyedap.
Bukan hanya itu, kesibukan juga menyebabkan pekerja kurang minum yang bisa menyebabkan migrain.
Rupanya, aroma yang menyengat juga bisa mencetus serangan migrain di kantor.
“Cahaya yang terlalu terang, penggunaan layar yang berlebihan. Ini hanya beberapa di antara pencetus migrain yang sumbernya dari lingkungan peekerjaan.”
Menurut Pepi, masih banyak faktor pencetus migrain di lingkungan tempat kerja yang perlu dihindari agar tidak mengurangi produktivitas.
Pasalnya, migrain menempati peringkat kedua sebagai penyebab disabilitas terbanyak di seluruh dunia. Bahkan, peringkat pertama bagi usia kurang dari 50 tahun.
Ia menyebut bahwa rata-rata pekerja tidak masuk kerja 10 hari dari setahun akibat serangan migrain.
“Ini rata2 dalam satu tahunnya. Jadi misalnya 10 hari tidak masuk itu berarti sekitar tiap sebulan sekali itu pasti ada masa dimana dia izin dia tidak masuk kerja.”