IKNPOS.ID – Hingga pekan ke-22 tahun 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mencatat ada hampir 120 ribu kasus dengue. Angka ini melebihi total kasus dengue pada 2023, yang hanya 114.700.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, kematian akibat dengue pada 2024 sejauh ini sudah 777. Sedangkan pada 2023 sebanyak 894 kasus.
“Kalau kita lihat di sini, jumlah paling banyak, tetap paling banyak adalah Jawa Barat. Kemudian tahun ini disusul DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah,” ujar Imran dalam temu media “Asean Dengue Day 2024” yang disiarkan di Jakarta, Jumat 14 Juni 2024.
Adapun untuk kasus kematian, ujarnya, Jawa Barat tertinggi, dan disusul Jawa Tengah, lalu Jawa Timur. Imran menuturkan, dalam penanganan dengue, yang terpenting adalah komitmen pemerintah, kolaborasi, serta inovasi-inovasi. Dia menilai komitmen pemerintah daerah penting karena mereka yang memiliki kendali di daerahnya.
Dia mencontohkan Kupang dan Probolinggo sebagai kesuksesan dalam menurunkan kasus DBD. “Kupang kasusnya turun pada 2022 dan 2023, karena setiap hari Jumat, Wali Kotanya meminta semua ASN untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara serentak,” urai Imran.
Adapun Probolinggo, katanya, turun karena Pj Bupatinya setiap Jumat berkeliling untuk melihat pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk.
Dalam kesempatan itu, Imran menjelaskan bahwa meski siklus bulanan aedes aegypti sudah lewat, namun risiko terjadinya penyebaran demam berdarah tetap tinggi sepanjang tahun, karena suhu dan cuaca sudah tidak menentu lagi.
Dia menjelaskan bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut bahwa puncak kemarau pada Juli dan Agustus, dan nyamuk aedes aegypti sering menggigit apabila suhunya meningkat.
Di sisi lain, katanya, hujan saat ini tidak menentu. Contohnya hujan hari ini, namun lima hari selanjutnya tidak hujan. Menurut dia, hal tersebut berbahaya, karena genangan air tidak tergantikan, sehingga menjadi tempat untuk nyamuk berkembang biak.