IKNPOS.ID – Indonesia sedang menghadapi krisis kesehatan masif yang membayangi. Penyakit kardiovaskular (PJK), yang meliputi stroke, penyakit jantung, dan hipertensi, kini berada di puncak daftar penyebab kematian. Bayangkan, data terbaru dari Kementerian Kesehatan (2025) mengungkapkan bahwa sekitar 800.000 penduduk Indonesia meninggal dunia setiap tahun akibat PJK! Angka yang mengerikan ini menegaskan bahwa manajemen faktor risiko seperti dislipidemia (kadar kolesterol tidak normal) adalah sebuah keharusan, bukan lagi pilihan.
Dalam upaya mendesak untuk memerangi ancaman ini, Daewoong Indonesia (Daewoong) mengambil inisiatif. Pada 9 Desember 2025, Daewoong mengadakan talk show kesehatan edukatif di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, yang dihadiri oleh 50 pasien dislipidemia berisiko tinggi. Kegiatan ini secara resmi meluncurkan kampanye yang kini menjadi sorotan: “The Lower, The Better”.
Pesannya sangat kuat dan mendasar: demi mencegah serangan jantung dan stroke, kita harus menjaga kadar kolesterol LDL-C (Low-Density Lipoprotein Cholesterol)—sang “kolesterol jahat”—agar serendah mungkin. LDL-C adalah musuh utama kesehatan pembuluh darah; ia menumpuk, menyebabkan penyempitan, dan memicu semua masalah kardiovaskular yang fatal.
Kenapa Kita Gagal Mencapai Target Kolesterol Ideal?
Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD, KKV, Dokter Spesialis Kardiovaskular dari Rumah Sakit Medistra, membeberkan fakta mengejutkan mengenai kegagalan manajemen kolesterol di Indonesia. Walaupun sudah menjalani terapi, mayoritas pasien dislipidemia masih belum mampu mencapai target yang direkomendasikan—yaitu LDL-C di bawah 70 mg/dL. Bahkan, pada pasien dengan risiko sangat tinggi, kurang dari 10% yang berhasil menyentuh target krusial 55 mg/dL.
Menurut Dr. Birry, tantangan terbesar terletak pada kepatuhan terapi jangka panjang. Ia mengidentifikasi tiga alasan utama mengapa pengobatan sering kandas:
- Dosis Statin Tidak Optimal: Penggunaan statin (obat penurun kolesterol) dengan dosis yang tidak memadai.
- Efek Samping Statin Intensitas Tinggi: Pasien sering menghentikan pengobatan karena mengalami keluhan atau efek samping pada otot.
- Penghentian Obat Dini: Pasien merasa sudah mencapai target kolesterol atau merasa “sembuh,” lalu menghentikan terapi sendiri.
“Kepatuhan terapi yang berkelanjutan adalah fondasi strategi ‘The Lower, The Better’,” tegas Dr. Birry. Pengendalian kolesterol adalah maraton, bukan lari cepat. Pengelolaan yang berkelanjutan adalah kunci utama untuk perlindungan maksimal dari PJK.
Data Klinis Buktikan: Semakin Rendah LDL-C, Semakin Aman Jantung Anda!
Pencegahan kardiovaskular harus didasarkan pada data. dr. Stella Melisa, Chief Medical Officer Daewoong Pharmaceutical Indonesia, menjelaskan landasan ilmiah kampanye ini. Menurutnya, studi klinis telah membuktikan bahwa setiap penurunan LDL-C sebesar 40 mg/dL dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular signifikan, yaitu sebesar 20–25%.






















