Masih satu lagi urusan EO: transport dari Makkah ke Madinah –sekitar 400 km. Lalu dari Madinah balik ke Makkah. Termasuk penjemputan dan pengantaran ke bandara.
Dulu, tidak ada EO. Yang ada muassasah. Semacam yayasan. Niat muassasah untuk ibadah –membantu ibadahnya jemaah haji. Lalu berkembang menjadi yayasan setengah bisnis.
Kini, pemerintah Saudi melarang EO seperti itu. Harus sepenuhnya berbentuk perusahaan EO –syarikah.
Yang juga diubah oleh Gus Irfan adalah antrean pemberangkatan haji. Agar lebih adil. Selama ini daftar tunggu tiap provinsi tidak sama. Ada provinsi yang antreannya sampai 40 tahun. Misalnya Sulsel. Ada yang “hanya” 15 tahun, seperti Jabar.
Ternyata itu akibat kepintaran lobi para gubernur. Juga kepentingan pihak yang menyetujuinya. Tidak berdasar UU. Kini semua waktu tunggu dibuat sama: 24,6 tahun.
Tidak samanya waktu tunggu ternyata juga menimbulkan ketidakadilan di bidang subsidi. Orang yang sudah menaruh uang muka selama 40 tahun, kata Gus Irfan, mendapat subsidi yang sama dengan yang uang mukanya 15 tahun.
Gus Irfan punya taktik yang mengingatkan saya di tahun 2009-2011. Sebelum tender syarikah tersebut Gus Irfan memberi penjelasan terbuka kepada peserta tender: tawarlah serendah mungkin. Masukkanlah harga yang sudah kalian perhitungkan tanpa perlu cashback, tanpa komisi, dan tanpa tanda terima kasih.
Hasilnya: harga yang mereka tawarkan turun dibanding tahun lalu. Dulu per jamaah haji dikenakan biaya 2.300 riyal. Sekarang hanya 2.100 riyal. Turun 200 riyal. Kali 210.000. Kali kurs. Perusuh Disway lebih pintar menjumlahkan penghematan itu.
Itu pun pemenangnya masih menawarkan fasilitas apartemen untuk 60 pejabat Kementerian Haji. Selama musim haji. Gus Irfan menolak itu. Ia mengatakan “kalau kalian merasa masih untung, dananya tambahkan untuk meningkatkan kualitas layanan”.
Maka dengan harga yang lebih murah, kualitas naik. “Di tenda padang Arafah, dulu, tiap jaah dapat jatah kasur dengan lebar 80 cm,” ujar Gus Irfan. “Tahun ini dapat kasur lebar satu meter”.






















