IKNPOS.ID – Pemerintah Indonesia akhirnya menegaskan langkah besar dalam reformasi birokrasi. Melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), pemerintah melarang seluruh instansi, baik pusat maupun daerah, untuk merekrut tenaga honorer baru.
Kebijakan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah menilai status tenaga honorer selama ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan sering kali menimbulkan ketidakpastian status kerja.
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah ingin memastikan sistem kepegawaian berjalan profesional, efisien, dan adil bagi seluruh aparatur negara.
“Jika ada kebutuhan ASN, manfaatkan dulu skema PPPK yang sudah diatur, bukan menambah honorer baru,” tegas Aba Subagja, Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPAN-RB, dalam keterangan resminya.
PPPK Paruh Waktu Jadi Alternatif Pengganti Honorer
Sebagai pengganti honorer, KemenPAN-RB mendorong instansi untuk memanfaatkan tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Skema ini dinilai lebih jelas secara hukum, dengan hak dan kewajiban yang diatur sesuai regulasi ASN.
Namun, status PPPK paruh waktu bersifat sementara. Pemerintah tengah menyiapkan mekanisme agar tenaga paruh waktu ini bisa beralih menjadi PPPK penuh waktu, tergantung pada kebutuhan jabatan dan ketersediaan anggaran di tiap instansi.
Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023 yang menekankan profesionalisme dan kepastian hukum bagi seluruh aparatur sipil negara.
Masa Transisi: Dari Honorer ke PPPK Penuh Waktu
Pemerintah memberikan waktu bagi seluruh instansi untuk melakukan pendataan dan penyesuaian kebutuhan pegawai sebelum sistem kepegawaian baru diterapkan penuh.
Proses alih status tenaga PPPK paruh waktu menjadi penuh waktu akan dilakukan secara bertahap mulai akhir 2025 hingga awal 2026.
Dalam proses ini, Badan Kepegawaian Negara (BKN) akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar transisi berjalan lancar.
Seluruh tenaga paruh waktu akan melewati proses verifikasi ketat berdasarkan kinerja, masa kerja, dan kesesuaian dengan jabatan fungsional yang dibutuhkan.
“Kebijakan ini menandai berakhirnya era tenaga honorer,” tegas Aba Subagja.