<strong>IKNPOS.ID —</strong> Gelombang kasus keracunan yang diduga berasal dari menu program <em>Makan Bergizi Gratis</em> (MBG) terus menunjukkan peningkatan tajam. Dalam sepekan terakhir, jumlah korban hampir menembus 2.000 orang, dengan lonjakan tertinggi tercatat di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut data <strong>Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)</strong>, sepanjang periode 6–12 Oktober 2025, terdapat 1.084 korban baru yang mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG. Angka ini memang sedikit lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya yang mencatat 1.833 kasus baru, namun tren kenaikan secara nasional tetap mengkhawatirkan. Secara keseluruhan, total korban yang terdampak sejak awal pelaksanaan program MBG hingga 12 Oktober 2025 sudah mencapai <strong>11.566 orang</strong> di seluruh Indonesia. Lonjakan ini menandai krisis baru dalam pelaksanaan salah satu program unggulan pemerintah di bidang gizi dan pendidikan. <h2>NTT Catat Lonjakan Tertinggi dalam Sepekan</h2> Jika sebelumnya Jawa Barat menjadi provinsi dengan total kasus tertinggi, kini giliran Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencatat angka paling mencolok dalam sepekan terakhir. Berdasarkan laporan JPPI, NTT mencatat 384 korban baru hanya dalam tujuh hari. Sementara itu, <strong>Jawa Tengah</strong> melaporkan 347 korban baru, diikuti <strong>Kalimantan Selatan</strong> dengan 130 korban. Masuknya Kalimantan Selatan dalam daftar daerah terdampak menandakan penyebaran kasus yang semakin meluas. Koordinator Nasional JPPI, <strong>Ubaid Matraji</strong>, menilai peningkatan kasus ini tidak lagi bisa dianggap sebagai kelalaian teknis semata. Menurutnya, pola penyebaran yang terus bertambah dari minggu ke minggu menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem pengawasan dan distribusi makanan MBG. “Ini bukan lagi sekadar kesalahan operasional. Ini sudah menjadi krisis sistemik. Program dengan anggaran triliunan rupiah justru menimbulkan bahaya bagi masyarakat yang seharusnya dilindungi,” kata Ubaid dalam keterangannya, Senin (13/10). <h2>Pemerintah Didorong Segera Hentikan Sementara Program MBG</h2> Melihat situasi yang semakin mengkhawatirkan, kalangan masyarakat sipil dan pakar gizi mendesak pemerintah untuk melakukan <strong>moratorium</strong> atau penghentian sementara program MBG. Tujuannya agar pemerintah dapat melakukan evaluasi total terhadap rantai pasok, penyimpanan, dan standar kebersihan makanan yang disalurkan ke sekolah-sekolah.<!--nextpage--> Menurut Ubaid, langkah itu penting agar <strong>Badan Gizi Nasional (BGN)</strong> dapat meninjau kembali sistem pengawasan mutu dan sertifikasi penyedia makanan yang diduga menjadi sumber masalah. Ia menegaskan, keselamatan anak-anak penerima manfaat seharusnya menjadi prioritas utama, bukan hanya pencapaian target jumlah penerima program. “Program gizi seharusnya menyelamatkan, bukan mencelakakan. Kejar target boleh, tapi bukan dengan mengorbankan mutu dan keselamatan penerima manfaat,” tegasnya. <h3>Audit Total Dapur Penyedia MBG</h3> Ubaid juga meminta agar seluruh dapur penyedia MBG atau <em>Satuan Penyedia Pangan Gizi (SPPG)</em> dihentikan operasinya sementara waktu hingga dilakukan audit menyeluruh. Audit ini mencakup pemeriksaan bahan baku, proses penyimpanan, serta distribusi makanan ke sekolah-sekolah di berbagai daerah. “Seluruh dapur penyedia harus diaudit total. Jangan ada yang kembali beroperasi sebelum terbukti memenuhi standar keamanan pangan,” tegasnya. Desakan ini disambut dukungan dari sejumlah organisasi kesehatan masyarakat. Mereka menilai, jika tidak segera ditangani dengan tegas, kasus keracunan MBG berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak-anak dan menurunkan kepercayaan publik terhadap program pemerintah di bidang gizi. <h3>Ancaman Krisis Kepercayaan terhadap Program Gizi Nasional</h3> Kasus keracunan massal akibat program MBG ini dikhawatirkan bisa memunculkan krisis kepercayaan publik terhadap program gizi nasional. Pemerintah diminta lebih transparan dalam mempublikasikan hasil investigasi, serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti lalai dalam menjaga kualitas makanan. Dengan jumlah korban yang terus bertambah dan penyebaran kasus hingga ke daerah-daerah baru, langkah cepat pemerintah menjadi kunci untuk menghentikan dampak lebih luas. Publik menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji perbaikan administratif. Program MBG awalnya dirancang untuk memperbaiki gizi anak-anak sekolah, terutama di daerah tertinggal. Namun tanpa pengawasan ketat dan sistem distribusi yang aman, tujuan mulia itu kini berbalik menjadi bumerang. (<strong>Hasyim Ashari</strong>)<!--nextpage-->