IKNPOS.ID – Pemerintah Israel telah mengonfirmasi penandatanganan draf akhir perjanjian tahap pertama perjanjian gencatan senjata dengan Hamas.
Perjanjian ini bertujuan untuk mengakhiri agresi militer Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina dalam dua tahun terakhir.
Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan kepada wartawan pada Kamis, 9 Oktober 2025, bahwa penandatanganan tersebut berlangsung pagi harinya di Sharm el-Sheikh, Mesir, setelah tiga hari negosiasi intensif di kota tersebut.
Perjanjian tersebut, yang mencakup tahap pertama dari rencana 20 poin Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri perang – menyerukan pembebasan warga Israel yang tersisa di Gaza.
Dari jumlah itu, 20 di antaranya diyakini masih hidup, dalam waktu 72 jam, dengan imbalan tahanan Palestina.
Perjanjian tersebut juga mengharuskan Israel untuk menarik kembali pasukannya ke “garis yang disepakati”, menurut Presiden AS Donald Trump.
Juru bicara Israel tersebut mengatakan, gencatan senjata akan berlaku dalam waktu 24 jam setelah kabinet Israel memberikan suara untuk meratifikasi perjanjian tersebut malam ini.
Menurutnya, setelah periode 24 jam berakhir, jendela 72 jam untuk pembebasan tawanan Israel akan dimulai.
Bedrosian juga menekankan bahwa Israel tidak berencana membebaskan pemimpin Palestina Marwan Barghouti sebagai bagian dari pertukaran tawanan.
Sebuah posisi yang pasti akan memicu kemarahan warga Palestina, dan mengklaim Israel masih akan menguasai lebih dari separuh wilayah Gaza setelah menarik pasukannya kembali sebagaimana disyaratkan dalam kesepakatan.
Warga Gaza Sambut Gembira Rencana Gencatan Senjata
Kabar gencatan senjata ini disambut baik di seluruh dunia. Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, pihaknya siap untuk “meningkatkan” pengiriman bantuan dan “memajukan upaya pemulihan dan rekonstruksi”.
Bagi Gaza, gencatan senjata ini menawarkan jeda dari dua tahun serangan Israel dan pembatasan bantuan yang telah menewaskan lebih dari 67.000 orang dan menyebabkan kelaparan yang meluas, yang oleh para cendekiawan terkemuka dan penyelidikan PBB disebut sebagai genosida.