IKNPOS.ID – Menjelang akhir tahun 2025, kabar bahagia datang dari Kementerian Agama (Kemenag) bagi puluhan ribu guru agama di seluruh Indonesia.
Pemerintah resmi mengumumkan bahwa tunjangan profesi guru agama akan segera dicairkan secara serentak, menjangkau 42.878 penerima dengan total anggaran mencapai Rp34,3 miliar yang bersumber dari APBN 2025.
Kabar ini disambut haru oleh banyak guru, termasuk Pak Hasan, seorang guru agama di sekolah dasar negeri di Jawa Tengah.
Dengan gaji honorer sekitar Rp1 juta per bulan, Pak Hasan mengaku sering kali harus menunda kebutuhan rumah tangga demi membeli buku pelajaran untuk murid-muridnya.
Namun kali ini, wajahnya tampak berbeda penuh semangat dan optimisme.
“Alhamdulillah, tunjangan ini seperti napas baru buat kami. Artinya, negara masih peduli dengan pengabdian kecil kami di sekolah,” ujarnya sambil tersenyum.
Tunjangan yang Lebih dari Sekadar Tambahan Penghasilan
Bagi banyak guru agama, tunjangan profesi bukan sekadar uang tambahan, tetapi bentuk penghargaan atas dedikasi dan pengorbanan mereka dalam mendidik generasi muda tentang nilai-nilai moral dan spiritual.
Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) M. Munir menjelaskan bahwa pencairan kali ini dilakukan setelah adanya kerja sama resmi antara Kemenag dan 46 perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG).
“Proses penyaluran ini tidak asal cair. Semua melalui jalur legal dan administratif yang sudah diverifikasi. Kami ingin memastikan setiap rupiah sampai kepada guru yang berhak,” ungkap Munir.
Dengan kerja sama tersebut, kualitas guru agama diharapkan semakin meningkat dan tidak hanya berfokus pada tunjangan, tetapi juga pada peningkatan kompetensi profesional.
Dirjen Pendidikan Islam: PPG Bukan Sekadar Formalitas
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Suyitno, memberikan penegasan penting.
“PPG jangan hanya dianggap sebagai syarat untuk mendapatkan tunjangan. Sertifikasi guru adalah pintu menuju profesionalisme,” tegasnya.
Ia menambahkan, kampus penyelenggara PPG diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para alumni, agar sertifikasi benar-benar melahirkan guru berkualitas bukan sekadar formalitas administratif.
“Kami ingin guru yang bukan hanya bersertifikat, tetapi juga membawa perubahan nyata di kelas dan masyarakat,” tambahnya.