Menjawab tantangan tersebut, berbagai terobosan dihadirkan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi jamaah.
Salah satu yang paling dirasakan dampaknya adalah perluasan layanan Mecca Route atau fast track.
Program yang memungkinkan proses imigrasi Arab Saudi dilakukan di bandara keberangkatan di Indonesia ini secara signifikan memangkas waktu antre jamaah setibanya di Tanah Suci.
“Undang-Undang udah jelas. Semua aset instrumen haji yang ada di Kementerian Agama pindah ke Kementerian Haji. Sehingga tinggal angkut aja. Paling butuh waktu keserasian kerja. Mulai menterinya, birokratnya tidak disibukan dengan hal lain. Kecuali berkenaan haji dan umrah,” papar Cholil.
Di sisi lain, pemanfaatan teknologi digital juga terus diterapkan. Melalui sistem seperti Siskohat (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu), proses pendaftaran, verifikasi data, hingga pengelolaan antrean jemaah menjadi lebih transparan dan terintegrasi.
Inovasi ini diharapkan dapat meminimalisir praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab. Sekaligus memberikan kepastian bagi para calon jamaah.
Selain itu, program “Haji Ramah Lansia” yang kembali diusung pada tahun ini menjadi wujud nyata kehadiran negara melayani warganya.
Menyadari banyaknya jamaah lanjut usia, pemerintah memberikan perhatian khusus. Yaitu penyediaan fasilitas, pendampingan, hingga manasik yang disesuaikan dengan kondisi fisik mereka.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang juga terus meningkatkan fasilitas dan layanan untuk seluruh jamaah dari berbagai belahan dunia.
Komitmen untuk peningkatan layanan haji tidak berhenti sampai di sini. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi telah sepakat untuk terus meningkatkan kerja sama demi penyelenggaraan haji yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.
Bagi masyarakat, terbentuknya Kementerian haji ini tentu menumbuhkan harapan. Meskipun masa tunggu masih menjadi kenyataan yang harus dihadapi.
Sejarah untuk Diplomasi dan Layanan Jamaah
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah disambut positif oleh para pemangku kepentingan.