<strong>IKNPOS.ID</strong> - Pemerintah membentuk sebuah kementerian baru: Kementerian Haji. Kementerian ini punya kewenangan penuh, yakni mengelola seluruh aspek penyelenggaraan ibadah haji dan umrah bagi warga negara Indonesia. Sebelum Kementerian Haji dibentuk, tata kelola penanganan haji terpecah di berbagai kementerian dan lembaga. Sejumlah kementerian, seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, hingga Kementerian Perhubungan ikut terlibat dalam urusan Haji. Kini, dengan hadirnya Kementerian Haji, semua pengelolaan berada di Bawah satu atap. Mulai dari pendaftaran. Manasik. Akomodasi. Transportasi dan Kesehatan. Termasuk perlindungan jamaah di Tanah Suci. Semuanya dikoordinasikan satu entitas. Hal ini akan memastikan setiap tahapan perjalanan spiritual jamaah, mulai keberangkatan hingga kepulangan, berjalan dengan mulus. Terencana. Tanpa hambatan. Visi besarnya adalah mewujudkan pelayanan haji yang tidak hanya memenuhi standar minimal. Tetapi memberikan pengalaman spiritual optimal dan berkesan. Untuk menunjukkan keseriusannya, Presiden Prabowo Subianto mengubah status badan haji menjadi sebuah kementerian baru. Bahkan, Prabowo juga resmi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) terkait dengan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah. "Sesuai dengan pembahasan oleh DPR, berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Haji, maka kemudian pemerintah dan Presiden telah menandatangani pembentukan Kementerian Haji dan Umrah," ujar Mensesneg Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Senin, 8 September 2025. Selain itu, Prabowo juga telah melantik K.H. Mochamad Irfan Yusuf Hasyim atau Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah. Prabowo juga menunjuk Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah. Tugas khusus Kementerian baru ini adalah memperbaiki layanan haji dan umrah ke depan. "Setelah pelantikan, kami diundang Presiden ke ruangan beliau. Berbicara banyak hal. Terkait dengan haji, beliau menyampaikan apa pun yang perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik pada jamaah haji," kata Gus Irfan.<!--nextpage--> Dia menyebut tugasnya amanah berat. Ia menyebut pengalamannya selama 10 bulan terakhir memimpin Badan Penyelenggara Haji di Kementerian Agama, memberinya pemahaman langsung mengenai tantangan besar penyelenggaraan haji, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. "Saya katakan ini berat. Karena 10 bulan terakhir, saya tahu persis bagaimana medan haji. Baik di Indonesia maupun di Saudi. Karena itu, tadi saya sangat bergembira Presiden menyampaikan, lakukan apa yang perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik pada jamaah haji," ujarnya. Ia mengungkapkan pihaknya diberikan amanah besar oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menekan biaya perjalanan haji agar lebih terjangkau. "Banyak hal yang harus dilakukan. Termasuk mengupayakan biaya haji lebih bersahabat untuk masyarakat Indonesia," ungkapnya. Terkait rencana pembangunan Kampung Haji, Irfan memastikan pihaknya bersama Danantara akan ke Jeddah dan Mekah untuk meninjau calon lokasinya. Menurutnya, beberapa opsi sudah dipetakan sejak sebulan lalu. Termasuk pembangunan beberapa tower yang ditargetkan mulai dapat digunakan pada 2028 mendatang. <h2>Respon DPR RI Terkait Kementerian Haji dan Umrah</h2> Sebagai bentuk keseriusan untuk membenahi permasalahan haji dan umrah di Indonesia, DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang ini menjadi landasan perubahan Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Persetujuan ini diambil dalam rapat paripurna ke-4 DPR masa persidangan tahun 2025-2026 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 Agustus 2025. Pengesahan UU tersebut membuat urusan haji dan umrah, yang selama ini di Kementerian Agama, beralih ke Kementerian Haji dan Umrah. Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq optimis pembentukan Kementerian Haji dan Umrah bisa meningkatkan pelayanan haji. Dia meminta kementerian baru ini lebih ketat mengawasi kuota haji. "Dengan dibentuknya Kementerian Haji dan Umrah, dihapusnya Tim Petugas Haji Daerah (TPHD) untuk efisiensi dan transparansi, serta pengaturan yang lebih ketat terhadap kuota dan bimbingan jamaah, kami optimis kualitas pelayanan akan meningkat," kata Maman.<!--nextpage--> Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri. Dia mengatakan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah ini untuk mencegah terjadinya antrean panjang haji yang mencapai puluhan tahun. Ia menjelaskan kuota haji nantinya akan tetap sesuai kebutuhan. Ia menyebut kebutuhan kuota tersebut akan dibahas bersama DPR RI. “Itu tidak akan terjadi lagi. Tetap harus dibahas dengan DPR RI sesuai dengan kebutuhan. Jadi jangan sampai ada permainan-permainan yang menimbulkan masalah,” jelasnya. “Saya kira pengalaman kemarin yang sudah dimasukkan dalam norma ini. Kalau ada tambahan kuota dibicarakan dengan DPR,” sambungnya. Ia berharap dibentuknya kementerian haji dan umrah ini bisa mengoptimalkan pelayanan haji di Indonesia. "Dengan struktur kelembagaan yang lebih kuat, kita harapkan pelayanan haji semakin optimal dan memberikan kemaslahatan bagi seluruh jamaah Indonesia," papar Abidin. Sesuai target Visi Saudi 2030, diperkirakan jamaah haji akan mencapai 5 juta jamaah per tahun. Sedangkan umrah 30 juta per tahun. Indonesia juga menaikkan jumlah kuota jamaah haji menjadi sekitar 500 ribu jamaah. <h2>Dampak Positif yang Berkelanjutan</h2> Pembentukan kementerian khusus ini tentu membawa keunggulan yang akan memberikan dampak positif signifikan bagi jamaah dan negara: <ul> <li><strong>Penyelenggaraan Ibadah yang Efisien dan Terpadu:</strong> Dengan satu komando, proses pendaftaran, pemberangkatan, dan kepulangan akan menjadi lebih cepat dan terkoordinasi. Jamaah tidak perlu lagi berhadapan dengan birokrasi yang berbelit-belit di berbagai instansi.</li> <li><strong>Fokus dan Profesionalisme Tinggi:</strong> Kementerian diisi oleh para ahli yang berdedikasi khusus pada urusan haji. Mereka dapat mengembangkan kebijakan jangka panjang, melakukan riset, dan menerapkan inovasi secara berkelanjutan.</li> <li><strong>Transparansi dan Akuntabilitas:</strong> Keberadaan satu kementerian akan memudahkan pengawasan dan audit publik. Anggaran haji, biaya perjalanan, dan kontrak dengan pihak ketiga (maskapai, hotel, catering) dapat diawasi dengan lebih ketat. Ini penting untuk mencegah penyimpangan dan korupsi.</li> <li><strong>Peningkatan Kualitas Layanan:</strong> Kementerian dapat fokus pada detail terkecil. Seperti peningkatan kualitas katering yang sesuai selera jamaah Indonesia, pemilihan hotel yang lebih strategis, dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai.</li> <li><strong>Perlindungan Jamaah Lebih Kuat:</strong> Dengan satu lembaga yang bertanggung jawab penuh, perlindungan terhadap hak-hak jamaah mulai mulai keamanan, kesehatan, hingga penyelesaian masalah hukum di luar negeri menjadi lebih kuat dan terjamin.</li> <li><strong>Optimalisasi Anggaran:</strong> Pengelolaan dana haji yang saat ini berada di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan bersinergi lebih baik dengan kebijakan operasional kementerian. Hal ini memungkinkan alokasi dana yang lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran untuk program-program peningkatan layanan.</li> <li><strong>Diplomasi Haji Berkelanjutan:</strong> Kementerian Haji dapat menjalin hubungan diplomatis yang lebih erat dengan Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi. Komunikasi yang terfokus akan memudahkan negosiasi kuota, pengaturan visa, dan penyelesaian masalah di lapangan.</li> </ul> Dengan keunggulan ini, pembentukan Kementerian Haji bukan sekadar perubahan structural. Melainkan lompatan besar dalam komitmen Indonesia untuk melayani para tamu Allah dengan sepenuh hati. <h2>Investasi untuk Kesejahteraan Umat</h2> Sebagai sebuah kementerian baru, Kementerian Haji tentu membutuhkan alokasi anggaran yang memadai untuk menjalankan fungsinya secara efektif. Anggaran ini akan mencakup beberapa komponen penting:<!--nextpage--> 1. <strong>Anggaran Operasional:</strong> Dana untuk gaji staf, biaya administrasi, dan operasional kantor. Anggaran ini akan memastikan kementerian memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan fasilitas yang memadai. 2. <strong>Anggaran Penyelenggaraan Haji dan Umrah:</strong> Dana terbesar akan digunakan untuk membiayai layanan haji. Termasuk akomodasi, transportasi, katering, kesehatan, dan visa. Anggaran ini akan dikelola dengan prinsip transparansi dan efisiensi. 3. <strong>Anggaran Infrastruktur dan Inovasi:</strong> Dana untuk pengembangan sistem pendaftaran daring yang lebih canggih, aplikasi mobile untuk jamaah, dan pembangunan fasilitas pendukung di Tanah Suci. 4. <strong>Anggaran Dukungan Diplomasi:</strong> Dana untuk biaya operasional perwakilan di Arab Saudi dan kegiatan diplomasi haji. Sumber pendanaan utama untuk penyelenggaraan haji akan tetap berasal dari dana setoran awal jamaah yang dikelola BPKH, serta subsidi pemerintah. BPKH akan tetap menjadi entitas yang mengelola investasi dana haji. Sementara Kementerian Haji bertugas sebagai entitas eksekutor yang merencanakan dan melaksanakan program-program di lapangan. Sinergi antara keduanya akan memastikan dana haji digunakan secara optimal untuk kepentingan jamaah. Pembentukan Kementerian Haji tidak berarti lembaga lain tidak lagi memiliki peran. Sebaliknya, hal ini akan memperjelas garis koordinasi dan tanggung jawab. <ul> <li><strong>Pemerintah Daerah:</strong> Kantor Wilayah Kementerian Agama di daerah akan bertransformasi menjadi kantor perwakilan Kementerian Haji, yang bertugas membantu proses pendaftaran, manasik haji, dan administrasi jamaah di tingkat lokal.</li> <li><strong>Kementerian Kesehatan:</strong> Akan tetap berkoordinasi erat dengan Kementerian Haji untuk memastikan jamaah memenuhi syarat kesehatan dan mendapatkan layanan medis yang memadai. Baik di Tanah Air maupun di Tanah Suci.</li> <li><strong>Kementerian Luar Negeri:</strong> Akan terus berperan dalam perlindungan warga negara. Termasuk jamaah haji, melalui kedutaan besar dan konsulat di Arab Saudi.</li> <li><strong>Kementerian Perhubungan:</strong> Akan berkoordinasi untuk memastikan kelancaran penerbangan dan transportasi jamaah.</li> </ul> Peran berbagai lembaga ini tidak hilang. Melainkan menjadi lebih terfokus dan tersinergi di bawah koordinasi Kementerian Haji, yang memiliki kewenangan penuh sebagai komandan tunggal. <h2>Apa Saja yang Berubah?</h2> Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Purwadi Arianto mengatakan, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah ini bertujuan memperkuat koordinasi dan efektivitas pelayanan jamaah.<!--nextpage--> Dengan struktur baru, birokrasi diharapkan dapat dipangkas. Sehingga pelayanan lebih sederhana, cepat, dan terintegrasi dari pusat hingga daerah. "Harapan kita bersama, Kementerian Haji dan Umrah dapat dirancang dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Sehingga benar-benar menghadirkan peningkatan kualitas layanan bagi jamaah," ujar Purwadi, pada Selasa 9 September 2025. Dengan terbentuknya kementerian ini, Pemerintah berkomitmen menghadirkan pelayanan ibadah haji dan umrah yang lebih profesional, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Sebelumnya, muncul kekhawatiran akan adanya tumpang tindih kewajiban antara Kementerian Haji dan Umrah dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menanggapi kekhawatiran ini, Anggota BPKH Amri Yusuf menyatakan pihak BPKH sendiri telah memastikan BPKH tidak akan dilebur dengan Kementerian Haji dan Umrah. Nantinya, BPKH juga akan tetap menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. “Tetap seperti sekarang. Kan ada struktur, tata kelola, operator, dan regulator. Di sisi lain juga ada pengelola keuangan haji,” jelas Amri kepada Disway, pada Rabu 10 September 2025. BPKH juga menyatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait. Salah satu topik yang paling sering membuat masyarakat bertanya-tanya terkait dengan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah ini adalah anggaran yang akan digunakan. Pihak Kementerian telah mengkonfirmasi Kementerian Haji dan Umrah tidak akan mendapatkan anggaran tambahan apapun dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal tersebut sudah disampaikan Gus Irfan. Menurutnya juga, biaya operasional Kementerian nantinya juga akan mengandalkan dana lama yang dikelola Badan Penyelenggara Haji, serta Umrah (BP Haji) dan peralihan anggaran dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. “Tidak ada anggaran baru. Anggaran BP Haji lama ditambah peralihan anggaran dari Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah ke Kementerian Haji,” jelas Gus Irfan.<!--nextpage--> Hingga saat ini, angka detail dari data pagu 2025 menunjukkan BP Haji mendapatkan alokasi Rp179,73 miliar. Namun, jumlah itu mengalami efisiensi hingga Rp 71,1 miliar. Kendati begitu, Gus Ifan menyatakan hal tersebut tidak akan menyurutkan semangat memperbaiki layanan haji. “Banyak hal yang harus dilakukan. Termasuk bagaimana biaya haji bisa lebih bersahabat untuk masyarakat Indonesia,” ucapnya. Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa, Warsito menekankan perlunya evaluasi menyeluruh untuk menyempurnakan berbagai aspek teknis dan kebijakan. "Evaluasi menyeluruh menjadi pijakan penting untuk memastikan peningkatan kualitas ibadah haji di masa mendatang," terang Warsito pada Selasa, 9 September 2025. Sementara itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menegaskan setiap dinamika yang muncul akan disikapi dengan kebijakan yang bijak. "Segala kendala operasional adalah tanggung jawab kami. Kami tidak menyalahkan siapa pun," ucap Hilman. Hilman menekankan pentingnya kebijakan multiyears dan penguatan regulasi untuk menghindari monopoli layanan oleh syarikah. Ia menambahkan Indonesia masih menjadi negara dengan biaya haji terendah di dunia. Bahkan di bawah Bangladesh. Aspek kesehatan juga menjadi perhatian. Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, memaparkan sekitar 80 persen jamaah memiliki penyakit penyerta (komorbid). Sehingga sistem layanan kesehatan haji harus semakin adaptif. Namun, masih ditemukan kendala di lapangan. Seperti keterbatasan izin operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), otoritas sapu Arab Saudi, hingga keterlambatan pelatihan petugas kesehatan akibat penambahan kuota yang tiba-tiba. Sedangkan pada sisi hubungan luar negeri, Direktur Timur Tengah Ditjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negri (Kemlu), Ahrul Tsani Fathurrahman menyatakan penyelenggaraan ibadah haji sejalan dengan kepentingan strategis Indonesia dalam diplomasi bilateral dengan Arab Saudi.<!--nextpage--> "Haji tidak sekedar ritual keagamaan. Tetapi juga bagian dari diplomasi utama Indonesia. Semua komunikasi dilakukan melalui nota diplomatik agar memiliki pijakan yang kuat," jelas Ahrul. Ia menyatakan isu-isu penting. Termasuk kuota, layanan kesehatan, Smartpass, dan Desa Haji, akan tetap menjadi prioritas yang ditangani oleh Dewan Kerja Sama Tingkat Tinggi (DKT), yang diawasi langsung oleh Presiden RI dan Raja Arab Saudi. Selain itu, Kementerian Luar Negeri terus mengawasi perlindungan jamaah. Terutama terkait tantangan administratif terkait penyembelihan DAM (Jamaah Umrah Muslim Indonesia). Dari sisi transportasi, Direktur Angkutan Udara Kemenhub, Agustinus Budi menekankan pentingnya memaksimalkan potensi bandara alternatif. Namun, Bandara Taif masih belum dapat beroperasi. Karena landasan pacunya yang panjang dan tidak memadai untuk mengakomodasi operasional pesawat haji. Seluruh masukan dan evaluasi dari Kementerian dan Lembaga terkait akan jadi bahan penyusunan kebijakan nasional di bidang penyelenggaraan ibadah haji tahun mendatang. Kemenko PMK juga mendorong segera dilakukannya MoU teknis antara Sekjen Kemenag dan Sestama BP Haji. Terutama dalam konteks transisi kelembagaan sambil menunggu pembahasan RUU Haji dan Umrah. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Syafi'i menuturkan, saat ini sedang mensinkron-kan Perpres (Peraturan Presiden) tentang Kementerian Haji dan Umrah dengan undang-undang tentang pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang baru ditetapkan. Dikatakan Romo, adanya kementerian baru ini, seluruh kewenangan penyelenggaraan haji dan umrah tidak lagi berada di Kementerian Agama. "Maka dengan ditetapkannya Kementerian Haji dan Umrah, semua urusan yang terkait dengan penyelenggaraan haji dan umrah sudah tidak lagi di Kementerian Agama. Tapi dialihkan sepenuhnya kepada Kementerian Haji dan Umrah,” jelas Romo dalam pada Disway. Proses transisi kelembagaan ini juga mencakup pemindahan pegawai, tugas dan fungsi, serta aset. "Ini tentu harus ada pembicaraan-pembicaraan yang transisional,” tambahnya.<!--nextpage--> Romo mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Sekretaris Negara juga menyampaikan pesan agar pelayanan haji ke depan harus lebih baik. “Presiden sangat menginginkan, agar pelayanan haji ke depan semakin lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Maka dengan adanya penanganan khusus oleh kementerian ini, kita tidak mendengar lagi perulangan persoalan pelaksanaan haji dan umrah,” jelasnya. Selain itu, Presiden juga mengingatkan agar ongkos haji bisa lebih efisien melalui skema yang lebih sederhana. “Ke depan, tamu-tamu Allah harus benar-benar dimuliakan. Penyelenggaraannya menjadi amanah pemerintah yang kini diperkuat dengan adanya Kementerian Haji dan Umrah,” pungkasnya. <h2>Animo Berhaji Masyarakat Indonesia</h2> Animo masyarakat menunaikan ibadah haji tak pernah surut. Pada musim haji 1446 H/2025 M, Indonesia kembali mendapatkan kuota sebesar 221.000 jamaah. Angka yang besar ini pun terserap hampir 100%. Ini menunjukkan betapa besarnya kerinduan umat Islam di Tanah Air untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH M Cholil Nafis, menyampaikan rasa syukurnya atas terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah seraya memberikan apresiasi tinggi kepada para petugas yang telah bekerja keras. Namun, dia juga tidak menutup mata terhadap berbagai tantangan yang masih ada. Mulai antrean yang panjang, pengelolaan biaya, hingga peningkatan kualitas layanan di Tanah Suci. "Saya mengucapkan selamat atas dibentuknya Kementerian Haji dan Umrah. Karena memang Indonesia ini membutuhkan kepengurusan secara khusus. Umat islam terbesar di dunia, antrean haji cukup panjang dan tentu ada pengelolaan uang dan ada penyelenggara yang lebih baik," ujar Cholil saat dihubungi Disway pada Rabu 10 September 2025. "Betapa animo masyarakat kita yang senang sekali dengan umrah. Mungkin dengan ekonomi membaik, masyarakat merasa murah, terjangkau. Serta haji yang lama. Sehingga banyak orang yang umrah. Saya pikir ini nanti bisa meniru negara-negara lain. Tetapi harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi di Indonesia," jelasnya.<!--nextpage--> Menjawab tantangan tersebut, berbagai terobosan dihadirkan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi jamaah. Salah satu yang paling dirasakan dampaknya adalah perluasan layanan Mecca Route atau fast track. Program yang memungkinkan proses imigrasi Arab Saudi dilakukan di bandara keberangkatan di Indonesia ini secara signifikan memangkas waktu antre jamaah setibanya di Tanah Suci. "Undang-Undang udah jelas. Semua aset instrumen haji yang ada di Kementerian Agama pindah ke Kementerian Haji. Sehingga tinggal angkut aja. Paling butuh waktu keserasian kerja. Mulai menterinya, birokratnya tidak disibukan dengan hal lain. Kecuali berkenaan haji dan umrah," papar Cholil. Di sisi lain, pemanfaatan teknologi digital juga terus diterapkan. Melalui sistem seperti Siskohat (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu), proses pendaftaran, verifikasi data, hingga pengelolaan antrean jemaah menjadi lebih transparan dan terintegrasi. Inovasi ini diharapkan dapat meminimalisir praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab. Sekaligus memberikan kepastian bagi para calon jamaah. Selain itu, program "Haji Ramah Lansia" yang kembali diusung pada tahun ini menjadi wujud nyata kehadiran negara melayani warganya. Menyadari banyaknya jamaah lanjut usia, pemerintah memberikan perhatian khusus. Yaitu penyediaan fasilitas, pendampingan, hingga manasik yang disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang juga terus meningkatkan fasilitas dan layanan untuk seluruh jamaah dari berbagai belahan dunia. Komitmen untuk peningkatan layanan haji tidak berhenti sampai di sini. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi telah sepakat untuk terus meningkatkan kerja sama demi penyelenggaraan haji yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. Bagi masyarakat, terbentuknya Kementerian haji ini tentu menumbuhkan harapan. Meskipun masa tunggu masih menjadi kenyataan yang harus dihadapi. <h2>Sejarah untuk Diplomasi dan Layanan Jamaah</h2> Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah disambut positif oleh para pemangku kepentingan.<!--nextpage--> Salah satunya datang dari Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI). Kalangan penyelenggara perjalanan ibadah umrah dan haji khusus ini menilai kehadiran kementerian ini langkah strategis. Sekaligus sejarah baru yang akan membawa perbaikan fundamental dalam tata kelola haji dan umrah di Indonesia. Ketua Umum AMPHURI, Firman M Nur menyatakan gagasan ini adalah impian lama yang akhirnya akan terwujud. Menurutnya, kompleksitas penyelenggaraan haji dan umrah bagi jamaah Indonesia yang merupakan terbesar di dunia sudah selayaknya ditangani oleh sebuah badan setingkat kementerian yang fokus dan profesional. "AMPHURI sudah lama merindukan kehadiran Menteri Haji dan Umrah. Ini adalah apresiasi besar bagi kami," ujar Firman saat dihubungi Disway pada Rabu 10 September 2025. Dukungan yang diberikan oleh AMPHURI didasari oleh beberapa alasan strategis yang diyakini membawa manfaat besar bagi bangsa dan jamaah. <strong>1. Memperkuat Posisi Diplomasi</strong> Salah satu argumen terkuat adalah peningkatan daya tawar dan posisi diplomasi Indonesia di hadapan Kerajaan Arab Saudi. Selama ini, urusan haji di Indonesia ditangani oleh pejabat setingkat Direktorat Jenderal (Ditjen) di bawah Kementerian Agama. "Selama ini, hubungan diplomasi sering tidak setara. Di Arab Saudi sudah ada Menteri Haji dan Umrah, sementara kita hanya setingkat direktorat. Dengan adanya kementerian ini, posisi kita akan lebih sejajar dan setara," jelas Firman. Lobi dan negosiasi, baik untuk penambahan kuota maupun peningkatan kualitas layanan, diyakini akan jauh lebih efektif jika dilakukan antar-menteri. <strong>2. Tata Kelola yang Lebih Fokus dan Profesional</strong> Kementerian Agama memiliki cakupan tugas yang sangat luas, mengurusi semua agama dan pendidikan keagamaan di Indonesia. AMPHURI berpendapat beban ini membuat penanganan haji dan umrah kurang fokus. Dengan adanya kementerian khusus, seluruh sumber daya, perhatian, dan kebijakan akan tercurah sepenuhnya untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penyelenggaraan haji dan umrah.<!--nextpage--> Hal ini diharapkan akan menciptakan tata kelola yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel. Mulai dari pengelolaan dana haji, pendaftaran, hingga pelayanan di Tanah Suci. <strong>3. Peningkatan Pengawasan dan Perlindungan Jamaah</strong> Dengan fokus yang lebih tajam, kementerian baru ini diharapkan dapat meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang efektif akan memberikan perlindungan maksimal bagi jemaah dari praktik-praktik travel yang tidak bertanggung jawab. "Kementerian khusus akan sangat tepat dalam menjamin kualitas pelayanan, pembinaan, serta perlindungan terhadap jamaah," tutur Firman. Bagi jutaan calon jamaah haji yang mengantre dan ratusan ribu jamaah umrah yang berangkat setiap tahunnya, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah ini meniupkan angin segar. Dukungan dari AMPHURI sebagai mitra pemerintah di sektor swasta menjadi sinyal kuat transformasi ini memang dibutuhkan dan memiliki landasan yang kokoh untuk membawa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah Indonesia ke level yang lebih tinggi. Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah secara terpisah dari Kementerian Agama mendapat dukungan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Organisasi Islam terbesar di Indonesia ini memandang sebuah kementerian khusus akan mampu menciptakan fokus yang lebih tajam dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks yang dihadapi jamaah haji Indonesia setiap tahunnya. Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya menyoroti pentingnya peningkatan tata kelola haji. Menurut PBNU, dengan beban kerja Kementerian Agama yang sangat luas mulai dari mengurus semua agama, pendidikan, hingga kerukunan umat penyelenggaraan ibadah haji yang begitu masif berisiko tidak mendapatkan perhatian maksimal. "Urusan haji ini sangat besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak serta martabat bangsa. Jika ada badan khusus setingkat kementerian, maka bisa fokus 100% pada jamaah. Dari hulu ke hilir," ujar Gus Yahya Disway.id pada Rabu 10 September 2025. <h2>Masalah Klasik Butuh Solusi Strategis</h2> PBNU pun menyoroti sejumlah permasalahan klasik yang terus berulang dan membutuhkan solusi strategis, di mana kementerian khusus diyakini bisa menjadi jawabannya.<!--nextpage--> 1. <strong>Memangkas Antrean Panjang</strong> Antrean haji di Indonesia yang bisa mencapai puluhan tahun menjadi keprihatinan mendalam. PBNU berpendapat, sebuah kementerian khusus akan memiliki kekuatan diplomasi yang lebih besar untuk bernegosiasi dengan pemerintah Arab Saudi. Lobi antar-menteri diharapkan lebih efektif dalam mengupayakan penambahan kuota haji secara signifikan dibandingkan lobi yang dilakukan oleh pejabat setingkat eselon I. 2. <strong>Peningkatan Kualitas Layanan</strong> Keluhan terkait layanan akomodasi, katering, hingga transportasi di Tanah Suci masih kerap terdengar. Kementerian Haji yang fokus akan memiliki kapasitas lebih untuk melakukan pengawasan, evaluasi, dan inovasi layanan secara berkelanjutan. Mereka dapat membangun sistem yang lebih kokoh untuk memastikan setiap rupiah yang dibayarkan jemaah sepadan dengan fasilitas yang diterima. 3. <strong>Perlindungan dan Pembinaan Jemaah Maksimal</strong> Pembinaan (manasik) yang komprehensif sebelum keberangkatan dan perlindungan jemaah selama di Arab Saudi adalah hal vital. Dengan adanya kementerian khusus, program pembinaan bisa lebih terstruktur dan masif. Selain itu, aspek perlindungan warga negara, terutama bagi jemaah lansia dan rentan, dapat menjadi prioritas utama tanpa terbagi dengan urusan lain. Bagi PBNU, usulan ini bukan hanya soal perubahan nomenklatur atau struktur birokrasi. Ini adalah tentang perubahan paradigma dalam melayani tamu-tamu Allah (dhuyufurrahman). Dengan adanya kementerian yang berdedikasi penuh, diharapkan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tidak hanya berhasil secara administratif. Tetapi juga mampu menghadirkan pengalaman spiritual yang khusyuk, nyaman, dan bermartabat bagi setiap jamaahnya. Dukungan dari PBNU ini menambah deretan suara positif dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang menginginkan adanya reformasi total dalam tata kelola haji Indonesia. Pembentukan Kementerian Haji adalah sebuah sejarah baru dalam pelayanan ibadah haji di Indonesia. Negara hadir untuk melayani rakyatnya dengan lebih baik. Dengan manajemen yang terpusat dan profesional, kualitas layanan haji dan umrah Indonesia akan melonjak tajam, setara standar terbaik dunia.<!--nextpage--> <strong>Dimas Chandra</strong>