IKNPOS.ID – Pelantikan Jenderal Purnawirawan Djamari Chaniago menjadi Menter Koordiantor Bidang Politikdan Keamanan (Menko Polkam) oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan media asing di Amerika Serikat.
Bahkan, berita mengenai pelantikan Djamari Chaniago ditempatkan pada halaman satu media online Associated Press mengambil judul Indonesia’s president picks retired general as new security minister after deadly protests.
Associated Press menyebut, penunjukan resmi Jenderal Purnawirawan Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam mengakhiri spekulasi mengenai pengganti Budi Gunawan yang diberhentikan awal bulan ini.
Menurutnya, keputusan mengganti Budi Gunawan usai rangkaian protes besar-besaran yang terjadi di berbagai daerah dan menewaskan sedikitnya 10 orang pada akhir Agustus lalu. Aksi unjuk rasa dipicu laporan bahwa seluruh 580 anggota DPR menerima tunjangan perumahan bulanan sebesar Rp50 juta, hampir 10 kali lipat dari upah minimum Jakarta.
Demonstrasi semakin memanas setelah seorang pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan polisi. Situasi ini memicu reshuffle kabinet yang mencopot lima menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Media bermarkas di New York AS juga menilai pencopotan Budi Gunawan berkaitan dengan lambannya koordinasi saat kerusuhan terjadi dan absennya ia dalam beberapa rapat penting. Faktor kesehatan juga disebut berperan.
Penunjukan Chaniago dianggap sebagai langkah strategis Prabowo untuk memperkuat kontrol keamanan nasional.
Chaniago dikenal sebagai salah satu dari tujuh anggota Dewan Kehormatan Perwira pada 1998 yang terlibat dalam penyelidikan kasus penculikan aktivis.
Saat itu, Prabowo diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan Komandan Jenderal Kopassus karena dinilai salah menafsirkan perintah atasan.
Dalam berita itu, juga mengutip tanggapan Pengamat militer dan politik dari Universitas Nasional, Selamat Ginting. Selamat Ginting menyebut langkah Prabowo sebagai upaya konsolidasi kekuatan politik.
“Prabowo perlu dukungan luas, termasuk dari senior militer dan elit lama yang dulu menentangnya, demi memperkuat legitimasi pemerintahannya,” ujar Ginting.