IKNPOS.ID – Warga Jakarta menempati posisi tertinggi dalam prevalensi gejala depresi dan kecemasan di Indonesia, dengan angka mencapai 9,3%. Fakta itu diungkap Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Angka ini terungkap dari hasil survei kesehatan jiwa dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dilakukan secara nasional, menyoroti tantangan kesehatan mental yang signifikan di ibu kota.
Temuan ini menunjukkan bahwa hampir satu dari sepuluh warga Jakarta mengalami gejala depresi atau kecemasan, sebuah kondisi yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat umum.
Fakta dan Data
Imran Pambudi selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan RI merilis data menunjukkan bahwa prevalensi depresi dan kecemasan di Jakarta jauh melampaui rata-rata nasional. Bahkan, 10 kali lebih banyak dari provinsi lain.
Provinsi lain dengan angka tertinggi setelah Jakarta adalah Papua (3,7%), Kepulauan Riau (3,4%), dan Kalimantan Timur (3,3%). Perbedaan yang mencolok ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor spesifik di perkotaan, khususnya di Jakarta, berperan besar dalam memicu masalah kesehatan mental.
“Ternyata secara nasional, kemungkinan terjadinya gejala depresi itu ada sekitar 1% kemudian cemas itu 0,9%. Tetapi yang paling tinggi adalah di Jakarta,” ujar Imran Pambudi saat konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu 10 September 2025.
“Jadi Jakarta itu yang depres itu 9,3%. Terus yang cemas ada 7,6%. Orang-orang yang seperti inilah yang punya potensi untuk melakukan percobaan bunuh diri atau menyakiti diri sendiri adalah orang-orang seperti ini. Sehingga kalau dilihat di sini memang kasus di Jakarta mungkin 10 kali lebih tinggi dibanding rata-rata di Indonesia,” sambungnya.
Mengapa Jakarta?
Para ahli psikologi dan kesehatan mental mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka depresi dan kecemasan di Jakarta, antara lain:
- Tingginya Biaya Hidup: Beban ekonomi yang berat dan tingginya biaya kebutuhan pokok dapat menjadi pemicu stres kronis.
- Kemacetan Lalu Lintas: Waktu perjalanan yang panjang dan padat di tengah kemacetan dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental, serta meningkatkan tingkat frustrasi.
- Tekanan Sosial dan Pekerjaan: Persaingan yang ketat, tuntutan pekerjaan yang tinggi, dan ekspektasi sosial sering kali menimbulkan tekanan yang signifikan bagi individu.
- Faktor Lingkungan: Polusi udara dan kurangnya ruang hijau juga disebut sebagai faktor yang memengaruhi kesejahteraan psikologis.
Respons Pemerintah dan Solusi
Kemenkes mengakui bahwa masalah kesehatan mental menjadi tantangan utama. Berbagai program telah diluncurkan, seperti peningkatan layanan psikologis di Puskesmas dan kampanye edukasi kesehatan mental.