”Kebenaran baru” akan kian menjadi bagian hidup di zaman medsos. Ke depan akan kian seru. Misalnya, siapa saja yang joget-joget di DPR itu. Mereka akan di-profiling satu per satu di medsos. Akan dibuat ”kebenaran baru” berikutnya.
Padahal apa salahnya joget-joget? Bukankah acara sidangnya sudah selesai? Bukankah yang joget itu jiwanya lebih rileks? Badannya lebih sehat? Apakah yang tidak joget hatinya lebih punya empati pada rakyat yang lagi menderita?
Yang salah adalah kenyataan: ekonomi lagi sulit, pajak lagi naik, dan yang joget itu tunjangannya lagi ditambah-tambah.
Ditemukan: anggota DPR membela diri, kenaikan tunjangan itu dikaitkan dengan penderitaan perjalanannyi yang macet ke arah gedung DPR.
Ditemukan: rakyat menyiasati kemacetan itu dengan cara rela berjejal naik KRL.
Itu juga dua kebenaran. Tanpa perlu digabung menjadi satu ”kebenaran baru” pun tetap kebenaran.
Dua kebenaran yang dirangkai dengan keculasan terbukti bisa membentuk ”kebenaran baru”. Dua kebenaran yang disandingkan tanpa perangkai pun terbukti tetap bisa menjadi kebenaran.
Ditemukannya tangan asing di kerusuhan Jumat lalu, semoga saja tidak sampai mengabaikan kebenaran yang asli yang dialami mereka yang memilih anggota DPR itu. (Dahlan Iskan)