Perang Tiongkok-Jepang sendiri kali pertama meletus di Beiping –sekarang disebut Beijing. Tahun 1937. Malam itu tentara Jepang sedang latihan di Wanping, satu kecamatan pinggiran Beiping. Di dekat Jembatan Marcopolo.
Di latihan malam itu Jepang merasa: salah satu tentaranya hilang. Diculik pejuang Tiongkok. Maka meletuslah perang. Berkepanjangan.
Korban tewas di seluruh Tiongkok mencapai 35 juta orang. Terbanyak di Nanjing. Kekejaman Jepang di Nanjing sangat membekas di seluruh rakyat Tiongkok.
Insiden di jembatan Marcopolo itu juga menjadi simbol keberanian pejuang Tiongkok. Disebut Marcopolo karena pelancong Italia yang Anda sudah kenal itu pernah ke jembatan tersebut dan menulis tentang keindahannya.
Di Taiwan kemenangan Tiongkok itu juga diperingati. Setiap tahun. Bahkan kemenangan itu dijadikan dasar bahwa Taiwan berhak memerintah kembali seluruh Tiongkok.
Dasarnya: saat kemenangan itu terjadi yang berkuasa di Tiongkok adalah partai Kuomintang dengan Chiang Kai-shek sebagai ketuanya.
Setelah Tiongkok menang perang terjadilah perang sipil: Koumintangnya Chiang Kai-shek lawan Komunisnya Mao Zedong. Chiang Kai Shek kalah.
Lari ke Chongqing. Dikejar. Lari lagi ke Chengdu. Dikejar. Terakhir lari ke Taipei –di pulau seberang laut. Tentara Mao Zedong tidak bisa lagi mengejarnya. Chiang Kai Shek mendirikan pemerintah Tiongkok di Taiwan. Tiongkok sendiri sudah dikuasai Mao.
Kini Tiongkok sudah merasa mampu mengejar Chiang Kai-shek, pun sampai ke Taiwan –meski tokoh itu sudah lama meninggal. Tiongkok ingin Taiwan kembali ke satu China –kalau perlu dengan cara kekerasan.
Peringatan 3 September di Taiwan tidak semeriah di Beijing. Kian tahun kian sederhana. Kian biasa-biasa saja. Cukup dengan meletakkan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan. Atau memberikan penghargaan kepada para veteran.
Sebaliknya di Beijing. Peringatan kemenangan dirayakan dengan sangat heroik. Selalu membuat Jepang malu. Kekejamannya diungkap tiada henti.
Di Taipei, ketika investor Jepang membanjir masuk Taiwan peringatan ”mengalahkan” Jepang itu dilangsungkan dengan nada menjaga perasaan Jepang.