IKNPOS.ID – Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang berisi tentang Pemutakhiran Rencana Pemerintah Tahun 2025.
Salah satu poin penting dalam beleid ini adalah rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang disebut akan menjadi “ibu kota politik” pada tahun 2028.
Namun, istilah baru “ibu kota politik” ini langsung menimbulkan tanda tanya besar di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Perpres 79/2025: Rencana Besar IKN
Perpres tersebut memuat tahapan pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan penjabaran tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Beleid ini sekaligus merevisi Perpres No 109 Tahun 2024 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
Dalam lampiran Perpres, khususnya bagian Highlight Indikasi Intervensi, disebutkan:
-
Luas area inti pusat IKN dan sekitarnya: 800–850 hektare
-
Pembangunan gedung perkantoran: 20%
-
Pembangunan hunian layak, terjangkau, dan berkelanjutan: 50%
-
Pemindahan ASN ke IKN: 1.700–4.100 orang
-
Pembangunan rumah baru: 476 unit
-
Peningkatan kualitas rumah: 38.504 unit
Disebutkan pula bahwa rencana ini untuk mendukung terwujudnya IKN sebagai ibu kota politik pada 2028.
DPR: Apa Maksud Ibu Kota Politik?
Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menilai frasa “ibu kota politik” tidak pernah disebut dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.
“Di UU IKN spirit yang kami tangkap adalah pusat pemerintahan. Tidak ada sama sekali menyebut frasa ibu kota politik,” kata Khozin di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Khozin meminta pemerintah memperjelas maksud perubahan istilah tersebut. Menurutnya, perlu dipastikan apakah ibu kota politik sama dengan ibu kota negara, atau hanya istilah teknis semata.
“Jika ibu kota politik dimaknai sama dengan ibu kota negara, maka ada konsekuensi politik dan hukum,” ujarnya.
Implikasi Politik dan Hukum
Khozin mengingatkan, berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No 3 Tahun 2022 tentang IKN, perpindahan ibu kota negara baru bisa diwujudkan melalui penerbitan Keputusan Presiden tentang pemindahan ibu kota negara.
“Implikasi politik dan hukum akan muncul ketika ibu kota negara secara definitif pindah dari Jakarta ke IKN,” kata dia.
Jika benar ibu kota politik berarti ibu kota negara, maka konsekuensi yang harus disiapkan tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh seluruh cabang kekuasaan negara, lembaga non-pemerintah, hingga lembaga internasional yang berkedudukan di Indonesia.
Namun, jika maksud ibu kota politik hanya sebatas pusat pemerintahan sebagaimana tertuang di UU IKN, Khozin menilai tidak perlu membuat istilah baru yang justru menimbulkan kebingungan publik.