IKNPOS.ID – Pajak kripto kini jadi bahan perbincangan hangat di kalangan investor global. Tak hanya soal naik turunnya harga Bitcoin, Ethereum, atau aset digital lainnya, tetapi juga bagaimana negara memperlakukan keuntungan dari kripto.
Faktor pajak inilah yang sering kali menentukan apakah seorang investor bisa menikmati hasil maksimal, atau justru harus menyisihkan sebagian besar keuntungan untuk negara.
Pakar blockchain @jasonchoi bahkan menulis di X (Twitter):
“Crypto hubs are no longer just about regulation taxation clarity decides where capital flows.”
Artinya, bukan cuma regulasi yang jadi pertimbangan, tapi juga kejelasan dan kepastian pajak kripto.
Lantas, negara mana saja yang dianggap paling ramah pajak kripto pada tahun 2025?
1. Jerman – Bebas Pajak Setelah 1 Tahun
Jerman dikenal sebagai surganya long-term holder. Pemerintah Jerman menetapkan aturan bahwa keuntungan kripto bebas pajak jika disimpan lebih dari 12 bulan.
Namun, jika dijual dalam kurun waktu kurang dari setahun, keuntungan dianggap sebagai penghasilan pribadi dan dikenakan pajak progresif.
Kesimpulan: Cocok untuk investor jangka panjang yang sabar menahan aset kripto.
2. Singapura – Tanpa Capital Gains, Fokus pada Aktivitas Bisnis
Singapura menegaskan bahwa capital gains tax tidak berlaku bagi individu. Jadi, jika Anda hanya membeli dan menyimpan kripto, keuntungan tidak akan dikenakan pajak.
Namun, jika digunakan untuk trading aktif atau bisnis, maka dianggap sebagai pendapatan dan dikenakan pajak penghasilan.
Kesimpulan: Ramah bagi investor ritel, tapi tetap ketat untuk perusahaan dan trader profesional.
3. Hong Kong – Nol Pajak Capital Gains
Hong Kong menegaskan tidak ada pajak capital gains. Pajak hanya berlaku bagi entitas atau individu yang benar-benar menjalankan bisnis perdagangan kripto.
Dengan aturan simpel ini, Hong Kong kembali menjadi salah satu pusat keuangan digital paling kompetitif di Asia.
Kesimpulan: Cocok untuk trader maupun investor yang mencari kepastian hukum sederhana.