Para pakar dari IPB sepakat program Food Estate perlu terus dilanjutkan dengan evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus.
Mereka merekomendasikan agar pemerintah terus fokus pada pengembangan lumbung pangan ini sebagai jalan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang memadai bagi seluruh rakyat, meningkatkan pendapatan petani, dan bahkan membuka peluang ekspor di masa depan.
Food Estate ini mendorong kesejahteraan petani melalui korporasi. Selain itu, membuka nilai tambah yang besar.
Hal ini juga sejalan dengan pandangan Guru Besar IPB lainnya yakni Prof. Aman Wirakartakusumah.
Dia menyatakan keberhasilan program ini sangat bergantung pada empat pilar utama: kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan teknologi, kelayakan infrastruktur, serta kelayakan sosial ekonomi.
”Tanpa teknologi, kita kehilangan jiwa pembangunan pangan. Dari pengelolaan lahan, air, pupuk, hingga pascapanen dan industri pengolahan, semuanya membutuhkan pendekatan berbasis sains dan teknologi,” ujar Prof. Aman.
Jagung dan Beras Pilar Utama Lumbung Pangan
Lumbung pangan nasional fokus pada jagung dan beras. Ini untuk swasembada dan ekspor.
“Visi Presiden Prabowo bukan hanya swasembada. Tetapi Indonesia harus mampu menjadi lumbung pangan dunia,” ujar Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Dia menjelaskan dalam Inpres No. 10 Tahun 2025 ditargetkan 1 juta ton jagung dengan HPP Rp5.500/kg.
Arief menjelaskan, produksi jagung nasional saat ini sudah surplus. Data BPS mencatat, hingga Juli 2025 produksi jagung pipilan kering (KA 14 persen) mencapai 9,45 juta ton, naik 11,08 persen dibanding tahun lalu.
“Alhamdulillah, produksi jagung lebih dari cukup untuk konsumsi nasional dan masih ada surplus untuk ekspor maupun cadangan pemerintah,” jelas Arief.
Hal senada disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Dia menambahkan, cadangan beras 4 juta ton aman. Petani lebih memilih menjual ke Bulog.
“Dengan cadangan beras 4 juta ton dan dukungan petani, Indonesia bisa konsisten menuju lumbung pangan dunia,” tegas Amran optimistis.