Dukungan anggaran besar, agar program berjalan konsisten dan berkesinambungan.
Dengan strategi ini, pemerintah menargetkan penurunan hingga 80% kasus TBC pada tahun 2030, dengan cita-cita eliminasi total di Indonesia.
Latar Belakang Penanganan TBC di Indonesia (H-2)
Penanganan TBC di Indonesia bukan hal baru. Sejak era kemerdekaan, pemerintah telah berupaya mengendalikan penyakit ini. Melalui berbagai inisiatif.
Pada 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, yang menjadi landasan strategi nasional hingga 2024.
Dokumen ini menargetkan penurunan insiden TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan angka kematian 6 per 100.000 penduduk pada 2030.
Namun, pandemi COVID-19 sempat menghambat kemajuan, dengan penurunan deteksi kasus hingga 40% pada 2020-2021.
Transisi ke pemerintahan Prabowo Subianto membawa angin segar. Dengan latar belakang militer yang disiplin, Prabowo menerapkan pendekatan “cepat dan tepat” melalui Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).
Program ini melanjutkan Perpres 67/2021 sambil memperkuatnya dengan elemen baru.
Seperti integrasi dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG).
Komitmen ini tercermin dari peningkatan anggaran signifikan, hingga 20 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Data WHO Global TB Report 2023 menunjukkan estimasi 1.060.000 kasus TBC di Indonesia, dengan 385 kasus per 100.000 penduduk.
Di bawah Prabowo, target 2025 adalah menemukan 90% kasus (981.000 kasus), menginisiasi pengobatan 95% (932.000 kasus).
Kemudian mencapai keberhasilan pengobatan 90% untuk TBC sensitif obat (SO). Pun 80% untuk TBC resisten obat (RO).
Ini adalah langkah ambisius yang positif. Karena menempatkan Indonesia sebagai pemimpin regional dalam eliminasi TBC.
Anggaran Program Penanganan TBC 2025 (H-2)
Pemerintah Indonesia menetapkan anggaran khusus untuk penanggulangan TBC tahun 2025 sebesar Rp2,4 triliun. Ini naik sekitar Rp200 miliar dibandingkan tahun 2024 sebesar Rp2,2 triliun.