“Intinya, BPJS sudah memberi dukungan nyata dalam penanganan TBC. Dengan sinkronisasi pendanaan, penyesuaian tarif, serta penguatan layanan primer, target eliminasi TBC tahun 2030 sangat mungkin dicapai,” pungkasnya.
Kampanye Hapus Stigma Negatif TBC (H-2)
Program ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Presiden Prabowo memandang hal ini sebagai sebuah gerakan nasional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun punya peran mengintegrasikan materi TBC dalam kurikulum sekolah dan universitas.
Sementara Kementerian Ketenagakerjaan memastikan lingkungan kerja bebas TBC. Caranya mewajibkan screening berkala di pabrik dan perkantoran.
Pemerintah juga dapat menggandeng sektor swasta, organisasi non-pemerintah (NGO) seperti Stop TB Partnership Indonesia, dan komunitas lokal.
Ribuan sukarelawan, termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat, dilatih untuk menjadi Duta TBC di tingkat desa dan kelurahan.
Tugasnya membantu menyebarkan informasi yang benar dan menghilangkan stigma yang selama ini melekat pada TBC.
Stigma sosial sering kali menjadi hambatan terbesar bagi pasien TBC untuk mencari pengobatan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu meluncurkan kampanye nasional bertajuk “TBC Bukan Aib, Tapi Penyakit yang Bisa Disembuhkan!”
Kampanye ini bisa memanfaatkan semua saluran media. Mulai televisi, radio, media sosial, hingga billboard di jalan-jalan utama.
“Kita harus mengubah cara pandang masyarakat. TBC adalah penyakit. Bukan hukuman. Dengan pengobatan yang tepat, pasien bisa sembuh total dan kembali beraktivitas normal,” tegas Presiden Prabowo dalam salah satu pidatonya.
Kampanye ini juga dapat melibatkan tokoh masyarakat, influencer, dan artis ternama yang secara terbuka mendukung program tersebut.
Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang suportif dan empatik bagi pasien. Yang terpenting mendorong mereka berani mencari pengobatan tanpa rasa takut dikucilkan. (*)
Reporter: Fajar Ilman, Candra Pratama, Ayu Novita, Rafi Adhi Pratama
Editor: Rizal Husen, Khomsurijal, Dimas Candra Permana