Menurutnya jika dibandingkan dengan SWF lain seperti Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia, posisi Danantara Indonesia cukup unik. Meski masih tahap awal, potensinya luar biasa.
“Untuk mendekati kualitas seperti Temasek dan Khazanah, Danantara perlu membangun sistem transparansi, akuntabilitas, dan pelibatan publik. Termasuk membentuk mekanisme pemantauan independen,” saran Dyah untuk pengembangan konstruktif Danantara ke depan.
Dia menekankan dengan fokus pada sektor strategis seperti ketahanan pangan, energi terbarukan, dan hilirisasi industri, Danantara sangat berpotensi untuk memperkuat pondasi ekonomi nasional Indonesia.
Keberhasilan Ini Bergantung 2 Poin Penting: (H-4)
Investasi harus diarahkan pada sektor yang berkelanjutan. Bukan yang ekstraktif seperti batu bara. Ini sejalan dengan komitmen keberlanjutan global.
Dana investasi harus dialokasikan ke sektor riil dalam negeri. Bukan keuangan luar negeri. Tujuannya memastikan dampak langsung pada ekonomi domestik.
Dyah menambahkan Danantara juga harus menyalurkan dana secara selektif agar tidak menjadi beban fiskal.
“Contohnya ketika Danantara ingin berinvestasi ke Garuda, diharapkan Garuda Indonesia dapat melakukan restrukturisasi yang diarahkan pada efisiensi operasional. Penyesuaian strategi bisnis yang mampu bersaing. Ini penting agar pendanaan Danantara tidak sia-sia,” jelas Dyah.
Jika dana dikelola dengan tepat dan baik, Danantara dapat menjadi penggerak utama dalam mendorong efisiensi dan daya saing investasi di berbagai sektor prioritas.
Harapan Masyarakat dan Kebutuhan Transparansi (H2)
Pembentukan Danantara Indonesia yang berfungsi mengelola aset negara dan mengoptimalkan investasi untuk pertumbuhan ekonomi, telah membawa harapan besar bagi masyarakat.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, mengatakan badan ini memicu harapan di pemerintah daerah.
Trubus menegaskan hadirnya Danantara dapat berperan besar dalam meningkatkan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru. Terutama di bidang pertanian di daerah-daerah.