Saya terkesan dengan revolusi hijau di bidang jagung di NTB. Juga di Sulawesi. Sulit membayangkan kalau semangat rakyat itu padam merana oleh tarif 0 persen untuk jagung Amerika.
Bagaimana dengan kewajiban kita untuk impor energi senilai USD15 miliar dari Amerika?
Rasanya juga tidak menimbulkan komplikasi apa-apa. Apalagi kalau yang diimpor gas. Dalam bentuk LNG. Kita masih kekurangan energi.
Pun kalau yang diimpor itu BBM. Bahkan minyak mentah. Aman. Tidak menganggu siapa-siapa.
Dalam hal impor BBM komplikasi kita hanya dengan Mohamad Reza –yang sekarang sudah jadi tersangka bersama anaknya. Impor itu hanya pindah kantong: dari saku Mohamad Reza ke saku Donald Trump. Atau dari saku Singapura ke saku Amerika. Siapa tahu Amerika bekerja sama dengan Singapura. Lalu Mohamad Reza di baliknya.
Yang jelas semua itu tidak ada komplikasi dengan rakyat kita.
Apalagi soal kewajiban kita harus beli pesawat Boeing. Sebanyak 50 buah. Sebagiannya Boeing 777. Kewajiban ini tidak punya komplikasi apa pun. Apalagi kalau pembelian yang dilakukan Lion juga dihitung Indonesia. Enteng. Lion pernah beli Boeing –sekali beli 175 pesawat: Anda sudah tahu itu.
Pun bila yang dimaksud tanpa Lion. Hanya Garuda Indonesia. Kini Garuda hanya punya 38 pesawat. Sudah nomor dua di belakang Lion –nomor dua di kejauhan.
Satu-satunya komplikasi adalah seperti yang juga Anda pikirkan: bagaimana membayarnya. Garuda pasti mampu membeli tapi tidak mampu membayar.
Siapa tahu Garuda dapat durian runtuh: tersedia fasilitas pendanaan yang muraaaah dan panjaaaaang dari Amerika.
Maka dari keseluruhan transaksi dagang dengan Amerika ini saya hanya ingat lautan jagung di NTB. (DAHLAN ISKAN)