IKNPOS.ID – Industri perhotelan di Kalimantan Timur (Kaltim) tengah berada di ujung tanduk, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) mengalami penurunan tajam selama empat bulan berturut-turut.
Kejadian tersebut memicu kekhawatiran terhadap nasib ribuan karyawa, yang bergantung pada sektor ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, tren hunian hotel terus menurun sejak awal 2025.
Penurunan paling mencolok terjadi pada Maret 2025, di mana tingkat okupansi turun drastis dari 53,49% pada 2024 menjadi hanya 36,43%, atau anjlok 17,06 persen secara tahunan (YoY).
Momen libur panjang Idul Fitri sempat memberi angin segar, menurut catatan Dinas Pariwisata Kaltim, ada 480.626 wisatawan yang masuk ke provinsi ini selama 1–7 April 2025.
Insentif Pajak hingga MICE Jadi Solusi Sementara
Sebagai respons atas krisis ini, pemerintah daerah mulai menyusun strategi penyelamatan.
Salah satu usulan yang tengah digodok adalah pemberian insentif pajak bagi hotel, yang tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tak hanya itu, pemerintah juga mendorong diaktifkannya kembali program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang terdampak.
“Dalam pertemuan bersama PHRI, kami menerima banyak keluhan dari pekerja hotel yang mengalami cuti tanpa gaji,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Ririn Sari Dewi saat dikutip, Senin 21 Juli 2025.
Langkah lain yang dinilai potensial adalah pengembangan kembali sektor Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE).
Pemerintah berencana menggelar sejumlah event besar pada Juli 2025 di Samarinda dan Balikpapan, dengan melibatkan pelaku industri perhotelan secara langsung.
Pelaku Usaha Diimbau Lakukan Diversifikasi Layanan
Pemerintah juga mendorong hotel untuk tidak hanya bergantung pada penyewaan kamar, sebagai sumber pendapatan utama.
Diversifikasi layanan seperti restoran, paket staycation, ruang rapat, hingga wedding package dinilai bisa menjadi strategi bertahan di tengah tekanan pasar.
Namun, keterbatasan anggaran pemerintah membuat penyelamatan industri ini tak bisa hanya bertumpu pada satu sektor.
Kolaborasi lintas sektor, termasuk pelaku usaha, komunitas, dan pemerintah pusat, dinilai jadi kunci menghadapi masa sulit ini.