Ini bukan soal pelanggaran hak cipta. Artinya, sebuah video bisa saja lolos dari klaim copyright, tapi tetap tak diperbolehkan menghasilkan uang kalau dianggap tidak cukup orisinal.
Namun, YouTube juga menegaskan bahwa tidak semua konten yang menggunakan materi dari pihak lain otomatis diblokir monetisasinya.
Selama ada nilai tambah yang jelas, entah itu berupa komentar, interpretasi baru, atau pengemasan ulang yang kreatif, dan penonton bisa merasakannya, maka video tersebut masih bisa masuk kategori yang layak “diuangkan
Berikut ini contoh video yang masih memenuhi syarat untuk monetisasi:
1. Video dengan intro dan outro yang sama, tapi isi kontennya berbeda tiap episode
2, Video ulasan, reaksi, atau komentar terhadap konten orang lain
3, Cuplikan turnamen olahraga dengan narasi yang menjelaskan strategi atau pergerakan pemain
4, Kompilasi klip yang diberi alur cerita dan komentar pribadi
5, Remix lagu atau video Shorts yang dikombinasikan dengan audio atau visual orisinal
6, Kreator terlihat dalam video dan menjelaskan bagaimana mereka menambahkan konten baru
7. Video reuse yang sudah diedit secara signifikan, baik dari segi visual, audio, atau alur cerita
Intinya, jika penonton bisa melihat bahwa video tersebut bukan sekadar salinan, melainkan menyuguhkan ide, sudut pandang, atau sentuhan khas dari sang kreator, maka konten itu masih berpeluang menghasilkan cuan lewat YouTube Partner Program (YPP).
Di tengah geger aturan baru ini, sebagian kreator mulai resah—khawatir video berbasis AI bakal kena getahnya. Kekhawatiran itu wajar, tapi ternyata tidak sepenuhnya tepat. YouTube langsung meluruskan bahwa kebijakan ini bukan dibuat khusus untuk menarget konten yang memakai AI.
Lewat pernyataan resminya, YouTube justru menyatakan dukungan terhadap pemanfaatan teknologi:
“YouTube menyambut kreator yang menggunakan alat AI untuk meningkatkan cerita mereka. Kanal yang menggunakan AI masih memenuhi syarat monetisasi selama mematuhi semua kebijakan lain,” tulis perusahaan itu tegas. *