Dalam hidup saya ada dua Tionghoa terkenal yang sengaja tidak mau mengubah nama: Kwik Kian Gie dan Goh Tjing Hok.
Yang pertama Anda sudah tahu: ekonom dan politikus yang meninggal dunia Senin kemarin –dalam usia 90 tahun. Yang kedua, wartawan kawakan yang meninggal di usia 71 tahun lebih tiga dasawarsa lalu.
Tentu masih banyak Tionghoa yang juga tidak mau ganti nama. Misalnya Yap Thiam Hien, ahli hukum dan aktivis hak-hak asasi manusia. Atau Soe Hok Gie. Tapi saya tidak sempat kenal langsung dengan tokoh-tokoh besar itu.
Kwik, saya kenal lama. Sejak tahun 1980-an. Sejak Anda belum lahir. Tidak akrab tapi terus berhubungan. Pun sampai Pak Kwik berumur 90 tahun. Januari lalu saya ke rumah Pak Kwik. Di pedalaman Radio Dalam, Jakarta.
Bersama Kwik Kian Gie sesaat setelah beliau ulang tahun ke 90 tahun, Januari 2025.–
Saat itu Pak Kwik sudah sakit-sakitan tapi masih semangat untuk ngobrol hampir dua jam. Kalau saya tidak memaksa pamit, Pak Kwik masih ingin ngobrol lebih lama.
Saya harus tahu diri: Pak Kwik harus banyak istirahat. “Liver saya sudah sangat parah,” katanya waktu itu. “Terlalu banyak minum alkohol di masa lalu,” tambahnya.
Sebenarnya saya berjanji untuk ke rumahnya lagi. Pak Kwik terlihat sembuh kalau diajak ngobrol. Apalagi soal ekonomi dan politik.
Setelah pertemuan itu kami saling kirim WA. Kadang Pak Kwik kirim naskah. Beliau sangat berharap naskahnya bisa dimuat di Rakyat Merdeka. Ia tahu saya adalah petinggi di koran itu. Saya bertanya mengapa ia sangat fanatik dengan Rakyat Merdeka.
“Berani,” katanya.
Kadang naskah yang dikirim Pak Kwik terlalu panjang. Ada grafiknya. Tidak sukses dikirim lewat WA. Maka saya minta agar dikirim lewat email. Rupanya ia sudah mencoba berkali-kali. Tidak sukses. Akhirnya ia menyerah.
“Saya sudah terlalu tua untuk berurusan dengan email,” katanya.
Senin kemarin ia juga menyerah dalam kehidupan. Ia menyusul sang istri yang meninggal tiga tahun lalu.
Panjang sekali usia Pak Kwik: 90 tahun. Panjang juga pengabdiannya pada bangsa dan negara Indonesia. Ia mencintai Indonesia secara hakiki –bukan dengan cara ganti nama.