Pi Network: Jutaan Diam-Diam di Balik Aplikasi Kripto Tanpa ICO dan VC?
IKNPOS.ID – Pi Network kembali mencuri perhatian komunitas kripto global. Proyek blockchain yang digagas oleh Dr. Nicolas Kokkalis, lulusan PhD dari Stanford sekaligus pelopor teknologi blockchain, menyimpan potensi besar yang selama ini tersembunyi di balik minimnya publisitas dan strategi tanpa hype.
Berbeda dari proyek kripto lain yang mengandalkan gelombang Initial Coin Offering (ICO) dan pendanaan dari Venture Capital (VC), Pi Network memilih pendekatan yang unik dan grassroots: murni berbasis komunitas. Lebih dari 60 juta pengguna aktif di seluruh dunia telah mengadopsi Pi Network melalui proses mining berbasis aplikasi ponsel, tanpa harus membeli perangkat mahal atau menghadapi kerumitan teknis.
“Tidak ada ICO. Tidak ada VC. Hanya orang-orang biasa yang membentuk masa depan mata uang terdesentralisasi,” demikian visi yang diusung oleh Dr. Kokkalis. Ia membayangkan dunia di mana kebebasan finansial bisa diakses melalui perangkat mobile secara inklusif dan lintas batas.
Di balik semua itu, banyak yang mulai bertanya: Apakah Pi Network adalah “raksasa diam” dari dunia Web3?
Platform seperti AlvaApp menyoroti bahwa meski antusiasme sosial terhadap Pi tetap ultra-bullish, harga Pi Coin sendiri masih tertahan di sekitar $0.40 karena tekanan dari token unlock yang masif dan belum adanya listing di bursa kripto besar. “Support teknikal kuat berada di level $0.40,” tulis analis dari Alva.
Apa yang Menentukan Lonjakan Harga Pi?
Menurut Alva, lonjakan harga Pi Coin tidak bisa hanya bergantung pada semangat komunitas atau dApp yang mulai tumbuh. Katalis pentingnya adalah peluncuran mainnet publik dan listing di bursa kripto besar, yang hingga kini masih belum terealisasi. Tanpa dua faktor tersebut, Pi tetap berada di wilayah spekulatif dengan risiko tinggi, namun juga potensi imbal hasil yang besar bagi investor awal.
Meski demikian, lonjakan aktivitas aplikasi terdesentralisasi (dApp) yang dibangun di atas jaringan Pi, serta dorongan komunitas global yang terus berkembang, menunjukkan bahwa ekosistem ini tengah mengarah ke tahap pematangan. Apalagi dengan pendekatan “utility first” yang ditanamkan sejak awal oleh tim pengembang.