Rincian Ukuran Lapangan Padel:
Panjang: 20 meter
Lebar: 10 meter
Tinggi dinding: Tebalnya 12mm. Dinding belakang setinggi 3 meter. Dinding samping kombinasi kaca dan pagar 4 meter
Tinggi net: 88 cm di tengah dan 92 cm di ujung
Warna Lapangan: Biru, hijau atau cokelat tanah
Lapangan Padel memiliki standar internasional yang ditetapkan FIP (Federasi Padel Internasional).
Siapa saja yang bisa main Padel? Jawabnya semua orang. Tapi selama ini Padel kerap dimainkan oleh kalangan menengah ke atas.
Bahkan tidak sedikit yang menyebut Padel olahraga Sultan (istilah bagi orang berduit alias orang kaya).
Harga Sewa Lapangan Padel
Harga sewa lapangannya selangit. Untuk menikmati dua jam main Padel, Anda harus merogoh kocek Rp 800.000 hingga Rp 1.100.000.
Bandingkan dengan futsal atau badminton. Jauh lebih murah. Futsal paling mahal Rp200.000 (weekday) hingga Rp250.000 (weekend).
Itu dibagi tim. Artinya per orang Rp20.000. Sedangkan Badminton per orang Rp50.000 atau Rp25.000 per orang jika dimainkan ganda.
Meski tergolong mahal, animo terhadap Padel justru melonjak tinggi. Untuk sewa lapangan saja antrean bisa panjang. Bahkan hingga berminggu-minggu.
Harga bukan penghalang buat Padelista (sebutan pemain Padel). Yang terpenting punya kesempatan merasakan euforia di lapangan.
Tak heran jika kini lapangan Padel menjamur. Walaupun tarifnya gak murah, peminatnya tetap banyak.
Fenomena Padel ini tak lepas dari nilai rupiah yang berputar signifikan. Dari sisi bisnis, Padel adalah ladang cuan potensial.
Di Republik Padel di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan, misalnya. Baru dibuka dua bulan.
Tapi, lapangan selalu full booking. Mulai Pukul 06.00 pagi hingga 12.00 WIB. Termasuk 14 hari ke depannya. Baik weekday maupun weekend.
Carolina Lagut, seorang Padelista menyebut rata-rata sewa lapangan di Jakarta adalah Rp 450.000 per jam. Minimal 4 pemain. Sedangkan di Bogor lebih murah. Rp 350.000 per jam.
Itu belum biaya sewa. Seperti sewa peralatan tambahan. Misalnya sewa 3 bola Padel harganya Rp90.000. Sewa raket Rp60.000 per orang.
Dengan asumsi permainan 2 jam dan 4 pemain, biaya per orang bisa mencapai Rp 200.000-Rp 275.000. Itu sudah termasuk sewa raket dan bola.
Meski berpenghasilan Rp 9-10 juta per bulan, Carolina mengakui Padel cukup “boncos” jika dimainkan rutin.
Belum lagi atribut yang ‘wajib’ dipakai saat main Padel. Harganya juga tidak murah.
Daftar Harga Atribut Padel
- Sepatu Padel Wanita Adidas: Tertinggi Rp 1.800.000, terendah Rp 1.080.000.
- Gaus Grafis Padel Adidas: Rp 550.000.
- Raket Padel Adidas Metalbone pro EDT Series 2025: Rp 7.612.000.
- Raket Padel Adidas Drive Match Light 3.2: Rp 1.296.000.
- Sepatu Padel Wanita Kuikma PS 590: Rp 899.000.
- Sepatu Padel Pria Kuikma PS 590: Rp 899.000.
- Raket Padel Dewasa Hybrid Pro 25 Kuikma: Rp 2.499.000.
- Raket Padel Dewasa Comfort Soft Kuikma: Rp 849.000.
- Peralatan raket dan sepatu khusus: Kisaran Rp 1.200.000 hingga Rp 4.300.000.
- Raket Padel: Rp 1.600.000 hingga Rp 4.300.000.
- Jersey Padel Erspo Indonesia: Sekitar Rp 400.000.
- Celana Padel Erspo Indonesia: Sekitar Rp 349.000.
- Sepatu Padel Skechers: Sekitar Rp 1.200.000.
“Aku mengaku memilih Padel karena simpel dan mudah dimainkan. Gak perlu didampingi pelatih,” kata Carolina kepada Disway, Minggu, 13 Juli 2025.
Popularitas Padel juga membawa angin segar bagi pelaku UMKM di sekitar lapangan.
Yadi, seorang pemilik kafe di depan Padel Arena Jakarta (Lebak Bulus), mengaku banyak pemain singgah ke kafenya.
“Biasanya pada beli kopi Americano. Habis latihan banyak juga. Kadang sebelum mulai main,” kata Suyadi ketika ditemui Disway di kafe tersebut, pada Senin 14 Juli 2025.
“Ini baru buka dua minggu-an. Setiap hari omset harian bisa mencapai Rp 500.000 hingga Rp 800.000,” jelasnya.
Bisnis ‘Padel Host’ yang Menggiurkan
Tak hanya pemilik atau pengelola lapangan Padel yang bisa cuan. Di tengah tingginya permintaan dan terbatasnya lapangan, muncul profesi baru. Namanya: Padel Host.
Salah satunya Jehan. Sebagai Padel Host, dia mematok biaya partisipasi mulai Rp 165.000 hingga Rp 200.000 per orang. Tergantung harga sewa lapangan.
Jehan adalah karyawan swasta. Dia memanfaatkan peluang ini dengan membuka jasa reservasi lapangan dan mengumpulkan pemain.
Ia mengaku bisa mengantongi Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan dari hasil ini. Bermain 6-7 kali sebulan (jika dapat lapangan minimal 4-5 kali).
Jehan mengungkapkan temannya rela resign dari pekerjaan untuk fokus jadi Padel Host.
Penghasilannya bisa mencapai puluhan juta rupiah sebulan. Dia bisa mengatur 3-4 sesi per hari. Ini menunjukkan betapa besarnya potensi cuan dari fenomena Padel.
Mengapa Lapangan Padel Kena Pajak 10 Persen?
Keputusan Padel dikenai pajak 10 persen ini menjadi buah bibir. Terutama di kalangan padelista yang mungkin merasa pengeluarannya akan bertambah.
Meski Padel terbilang baru populer di Indonesia, sebenarnya konsep pajak terhadap fasilitas olahraga bukan hal asing dalam sistem perpajakan daerah.
Jauh sebelum Padel booming, aturan serupa sudah ada. Dahulu, UU Nomor 19 Tahun 1997.
Kemudian diperbarui melalui UU Nomor 28 Tahun 2009. Termasuk di dalamnya adalah olahraga berbayar.
Artinya dari dulu pun, aktivitas komersial yang bersifat hiburan atau rekreasi hingga penggunaan fasilitas olahraga berbayar, sudah masuk dalam radar pajak.
Skema pajak hiburan ini juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Undang-undang ini melakukan reformasi besar-besaran. Menyederhanakan sistem pajak hiburan dengan menggabungkannya ke dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Ini mencakup berbagai jasa esensial. Seperti makanan-minuman, perhotelan, parkir, listrik, hiburan dan kesenian.
Nah, di sinilah kuncinya: olahraga permainan yang dilakukan di dalam ruangan atau menggunakan alat khusus, secara definisi, masuk dalam kategori jasa hiburan.
Karena Padel dimainkan di lapangan khusus dengan raket dan bola, otomatis memenuhi kriteria tersebut.
Padel dikategorikan sebagai permainan berbayar yang menggunakan fasilitas dan peralatan khusus.
Sesuai aturan, aktivitas ini dikenakan PBJT hiburan sebesar 10 persen. Tarif ini tak hanya berlaku untuk Padel.
Fasilitas olahraga populer lainnya seperti tenis, futsal dan badminton juga kena pajak hiburan 10 persen.
Dasar Hukum Pajak Padel di Jakarta
Pengenaan pajak padel di DKI Jakarta memiliki dasar hukum Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
Secara spesifik menetapkan pajak untuk olahraga permainan berbayar, mencakup penyewaan tempat dan alat yang digunakan dalam kegiatan olahraga.
Kemudian, Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025 secara eksplisit mengatur daftar olahraga yang dikenai pajak.
Berdasarkan keputusan ini, lapangan Padel kini resmi terdaftar sebagai objek pajak PBJT hiburan di wilayah DKI Jakarta.
Hingga pertengahan tahun 2025, terdapat 7 lapangan padel di Jakarta yang masuk dalam daftar wajib pajak.
Semuanya tercatat sebagai penyedia jasa hiburan dan kesenian sesuai regulasi daerah.
“Padel dikategorikan sebagai olahraga permainan yang dikenakan bayaran atas penggunaan ruang dan alat. Pajak ini berlaku untuk sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan via platform digital,” ujar Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati saat dikonfirmasi Disway pada Senin, 14 Juli 2025.
Padel Budaya FOMO yang Baik
Padel, sebagai olahraga yang intens, tentu membawa manfaat kesehatan. Namun, ada pula risiko yang perlu dicermati.
Terutama bagi para pekerja kantoran yang memilih bermain di malam hari.
Perencana Keuangan, Andy Nugroho, menyebut fenomena Padel sebagai budaya Fear of Missing Out (FOMO) yang positif.
“Meskipun terkesan FOMO, namun FOMO-nya sesuatu hal yang baik. Yaitu berolahraga. Sehingga dapat membuat penikmatnya memiliki kebugaran tubuh lebih baik dibanding tidak berolah raga,” ujar Andy saat dihubungi Disway pada Senin, 14 Juli 2025.
Fenomena Padel ini lekat dengan istilah “kalcer” atau “kekinian”. Bagi sebagian orang, menjadi cara untuk menunjukkan eksistensi diri.
Mulai selebriti hingga politisi pun ikutan-ikutan FOMO Padel. Dukungan dari public figure turut meramaikan dan mempercepat booming Padel di masyarakat.
Namun, lanjut Andy Nugroho, jika tidak bijak, FOMO bisa jadi bumerang. Diakui Padel cukup mahal.
“Sebenarnya bisa untuk semua kalangan. Namun kalangan dari ekonomi menengah atas memiliki kemudahan mengaksesnya. Karena biayanya cukup mahal,” terangnya.
Ia menyindir orang-orang yang hanya ingin main Padel untuk eksistensi diri. Tanpa melihat kebutuhan dasar. Intinya takut ketinggalan tren alias takut dibilang gak update.
“Apabila hanya mengejar stigma dan agar dibilang kalcer dan demi eksistensi diri, sementara penghasilannya terbatas, kemungkinan akan membuat kebutuhan-kebutuhan lain tidak tercukupi. Biasanya yang terabaikan adalah kebutuhan untuk menabung dan investasi,” tutur Andy.
Di sisi lain, pengguna justru menikmatinya. Selain berolahraga, Padel juga bisa jadi sarana lobi dan bisnis.
Nicholas S, seorang pengusaha industri aksesoris contohnya. Dia baru 2 bulan menekuni Padel.
Menurutnya, olahraga ini bukan hanya kebugaran. Tapi juga menjadi sarana bersosialisasi dan menjalin relasi baru.
“Dengan bermain rutin mendapatkan kesempatan untuk berolahraga. Biasanya open play setiap hari. Kadang pagi kadang sore. Kalau malam sering juga, jam 10-12 malam,” jelas Nicholas ketika ditemui oleh Disway di lapangan Padel Wins Arena, Kuningan, Jakarta, Sabtu 12 Juli 2025.
“Sangat worth it banget dicoba. Karena kita juga selain main bisa untuk sosial sama teman-teman,” tutupnya.
Risiko Kesehatan Padel
Meskipun bermanfaat, spesialis kedokteran olahraga dokter Andi Prasetya, mengingatkan beberapa risiko.
Terutama bagi pekerja kantoran yang berolahraga intensif setelah seharian duduk. Menurutnya, ada beberapa hal yang patut diwaspadai. Yaitu:
Cedera Otot dan Sendi: Gerakan eksplosif (lari, melompat, berhenti mendadak) meningkatkan risiko cedera otot (hamstring, betis, paha depan). Selain itu cedera sendi (pergelangan kaki, lutut). Otot yang kaku setelah duduk lama rentan cedera.
Cedera Mata: Bola Padel melaju cepat. Ini berisiko tinggi menyebabkan trauma mata jika tidak menggunakan pelindung memadai.
Tekanan Kardiovaskular: Olahraga intens di malam hari bisa memicu masalah serius. Terutama bagi individu dengan kondisi jantung tidak terdiagnosis atau belum terkontrol. Kelelahan ekstrem atau nyeri dada adalah sinyal bahaya.
Gangguan Tidur: Aktivitas fisik yang terlalu intens atau terlalu dekat dengan waktu tidur bisa mengganggu siklus istirahat. Hal ini membuat sulit terlelap.
Dehidrasi dan Kekurangan Nutrisi: Pekerja kantoran sering lupa minum dan makan teratur. Ini membuat tubuh rentan dehidrasi dan kelelahan saat berolahraga malam.
Padel Olahraga Kardio Intens
Ahli kardiologi dan kedokteran olahraga dokter, Dian Kusuma menyebut Padel dan tenis adalah olahraga kardio intens.
Olahraga ini berpotensi cedera serius. Bahkan fatal. Terutama, jika pemain tidak memahami kondisi tubuh. Yang perlu diperhatikan adalah:
Jantung Berhenti Mendadak (SCA): Risiko paling mengkhawatirkan. Utamanya, individu dengan kondisi jantung bawaan atau tidak terdiagnosis.
Heatstroke: Bermain di kondisi panas tanpa hidrasi cukup bisa memicu kondisi darurat medis.
Cedera Kepala Akibat Benturan: Terjatuh, terpeleset atau terkena bola/raket bisa menyebabkan gegar otak parah atau pendarahan intrakranial.
Cedera Berat pada Tulang Belakang atau Leher: Terjatuh dengan posisi salah atau benturan keras pada dinding lapangan dapat mengakibatkan kelumpuhan permanen atau fatal.
Tips Aman Bermain Padel
Untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan manfaat, para ahli memberikan beberapa tips penting:
Pemanasan Menyeluruh & Pendinginan Wajib: Lakukan pemanasan dinamis 10-15 menit sebelum bermain. Selanjutnya pendinginan serta peregangan statis setelahnya.
Gunakan Perlengkapan Pelindung: Wajib pakai kacamata pelindung khusus olahraga raket. Gunakan s epatu Padel yang nyaman dengan daya cengkeram baik.
Hidrasi Optimal: Minum air teratur sebelum, selama dan setelah bermain.
Perhatikan Asupan Makanan: Konsumsi makanan ringan berkarbohidrat kompleks dan sedikit protein 1-2 jam sebelum bermain (misal: pisang, roti gandum).
Dengarkan Tubuh Anda: Segera istirahat jika merasa nyeri dada, pusing, mual, sesak napas ekstrem. Atau detak jantung tidak teratur. Jangan memaksakan diri.
Atur Waktu Tidur: Beri jeda minimal 1-2 jam antara sesi padel dan waktu tidur.
Konsultasi Medis: Bagi yang berusia di atas 35 tahun, memiliki riwayat penyakit kronis (jantung, diabetes, asma), atau jarang berolahraga, sangat disarankan melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh sebelum memulai Padel intensif.
Olahraga Berat atau Semi-Profesional?
Padel jelas bukan olahraga semi-profesional. Kategorinya olahraga cukup berat atau intensif. Terutama jika dimainkan dengan ritme cepat.
Fisioterapis Olahraga dokter Bagus Wicaksono mengatakan risiko cedera teknis dalam padel meliputi:
Gerakan Lateral & Perubahan Arah Mendadak: Menuntut kekuatan dan stabilitas sendi lutut, pergelangan kaki, dan pinggul, meningkatkan risiko terkilir atau robekan ligamen.
Teknik Pukulan & Penggunaan Otot Lengan: Pukulan yang salah dapat menyebabkan cedera bahu (rotator cuff injury) atau siku (tennis elbow).
Dampak pada Persendian (Jumping & Landing): Setiap pendaratan menciptakan dampak pada sendi lutut dan pergelangan kaki, memicu peradangan atau cedera degeneratif.
Benturan dengan Dinding atau Rekan: Risiko memar, benturan kepala, atau cedera ekstremitas akibat kecepatan bola dan pemain.
Khusus penderita riwayat jatuh atau masalah sesak napas kronis, Padel menuntut perhatian ekstra.
“Padel adalah olahraga yang menuntut perubahan arah mendadak. Akselerasi, deselerasi cepat dan reaksi instan. Ini sangat menguji sistem keseimbangan,” kata spesialis paru dan ahli rehabilitasi medik, dokter Karina Dewi.
Risiko utamanya adalah peningkatan cedera serius. Seperti cedera kepala, patah tulang, atau cedera ligamen parah jika jatuh di lapangan keras atau bertabrakan dengan dinding kaca.
Diciptakan di Amerika Latin, Berkembang di Bali
Padel, diciptakan sejak 1969 oleh Enrique Corcuera dari Meksiko. Namun baru ngetren di Indonesia dalam dua hingga tiga tahun terakhir.
Popularitas mulai meroket pasca-pandemi COVID-19. Ini ketika masyarakat mencari alternatif aktivitas fisik yang menyenangkan. Namun tetap aman.
Di Indonesia Padel pertama kali berkembang pesat di Bali. Hal itu disampaikan Head Coach Padel Pro, Sunu Wahyu Trijati.
Ini tidak mengherankan. Mengingat Bali adalah destinasi wisata favorit bagi turis asing. Termasuk dari Amerika Latin—wilayah asal mula padel.
“Sebenarnya padel ini awalnya banyak di Bali dulu ya. Karena Bali banyak international people, banyak bule-bulenya. Jadi mungkin dari Bali yang pertama menyesuaikan untuk olahraga yang awal mulanya dari Amerika Latin ini untuk bisa dimainkan di Asia. Khususnya di Indonesia,” terang Sunu Wahyu saat dikonfirmasi Disway di Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.
Dari Bali, tren Padel menyebar ke Jakarta. Menarik minat masyarakat luas hingga melahirkan julukan “FOMO” bagi mereka yang tak ingin ketinggalan tren olahraga ini.
Padel sukses mencuri perhatian berkat karakteristiknya yang unik dan mudah diakses.
Sunu Wahyu menjelaskan perbedaan esensial yang membuat Padel lebih digemari khalayak luas. Salah satunya tidak membatasi usia pemain.
Selain itu, raket padel berbeda dari raket tenis. Raket padel memiliki permukaan padat berlubang. Tanpa senar. Ukurannya sedikit lebih kecil.
Raket padel memiliki masa pakai. Karena terbuat dari bahan seperti foam atau busa yang dikeraskan. Penggunaan rutin setiap hari dapat membuat foam mulai kurang nyaman dalam 6 bulan.
Tak hanya itu. Raket padel tidak boleh terkena panas berlebihan atau air. Pemain disarankan selalu menyimpan raket dalam tas setelah bermain. Tujuannya menjaganya tetap kering dan terlindung dari suhu ekstrem.
“Mulai anak-anak, orang muda, orang yang sudah berumur main Padel,” ucap Wahyu.
Ini sangat berbeda dengan tenis. Butuhkan skill dan stamina lebih tinggi.
Komunitas Padel Nyok
Komunitas ini didirikan pada Januari 2024 di Jakarta Barat. Tujuannya mencari teman bermain dan memperkenalkan padel kepada Masyarakat luas.
Saat ini, anggotanya sekitar 100 orang. Mulai level pemain beginner hingga mahir.
Meskipun popularitas Padel melonjak, ada tantangan yang harus dihadapi. Selain ketersediaan lapangan, ada pula praktik tidak bertanggung jawab.
Komunitas Padel Nyok mengungkap adanya fenomena “mafia lapangan”. Oknum-oknum ini disinyalir memblokir jadwal lapangan.
Kemudian menjualnya kembali dengan harga yang lebih mahal. Hal ini menyulitkan pemain yang ingin mencari jadwal.
” Mafia-lah istilahnya. Jadi kayak kita mau nyari lapangan buat main aja udah susah banget. Karena ada beberapa orang yang udah ngeblok. Jadi mereka jual-jualin kayak gitu. Dengan harga yang lebih mahal,” jelas Acha S dari Komunitas Padel Nyok pada Disway, Rabu, 16 Juli 2025..
Komunitas-komunitas seperti Padel Nyok ini berperan besar dalam mengembangkan olahraga ini. Awalnya sulit mencari teman bermain, hingga kini memiliki ratusan anggota aktif.
Padel di Indonesia sudah memiliki induk organisasi resmi. Yaitu Perkumpulan Besar Padel Indonesia (PBPI).
Organisasi ini resmi berdiri pada 7 Juli 2023. PBPI juga telah menjadi anggota Federation International de Padel (FIP) tahun 2024.
Selanjutnya, Padel dalam naungan PBPI inipun menjadi salah satu cabang olahraga (Cabor) yang diakui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat sejak 9 Agustus 2023.
Komunitas padel Indonesia pesat? Sudah sangat aktif. Tak hanya bermain, mereka membangun lapangan sendiri. Menyelenggarakan turnamen. Bahkan bekerja sama dengan pelaku padel dari luar negeri.
Diungkapkan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia), Raja Sapta Oktohari, perkembangannya sangat masif. Bahkan beberapa komunitas sudah menjalin hubungan dengan pelaku padel dari luar negeri.
“Ini menunjukkan daya tarik olahraga ini sudah cukup besar dan berskala internasional,” kata dia.
Padel memang bukan hanya soal olahraga. Tapi juga gaya hidup. Tempat bertemu. Ruang untuk semua kalangan. Di sana ada pengusaha. Ada mantan atlet. Ada selebritas. Dan yang terpenting, ada semangat untuk membangun.
“Keberagaman ini menjadi kekuatan komunitas padel karena menciptakan ekosistem yang inklusif dan kolaboratif,” kata Okto.
Tujuan akhirnya sederhana. Menjadikan padel sebagai bagian dari gerakan olahraga nasional. Bukan hanya untuk prestasi, tapi untuk hidup yang lebih sehat dan bahagia.
“Harapannya ke depan, Indonesia tidak hanya memiliki komunitas padel yang kuat, tapi juga bisa melahirkan atlet-atlet berprestasi yang mengharumkan nama bangsa di level internasional,” tutupnya.
Siap ke Olimpiade
Olahraga raket yang mulai merebut hati banyak orang di Indonesia ini, semakin digemari. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga menyebar cepat ke Bali, Surabaya, dan Medan. Bukan dari program pemerintah. Bukan pula lewat sekolah-sekolah olahraga. Tapi dari komunitas. Dari gaya hidup. Dari hobi yang menjelma jadi gerakan.
Raja Sapta Oktohari, tahu persis kenapa padel bisa secepat ini berkembang. Ia pun melihat prospeknya, Padel selaku olahraga siap ke Olimpade.
“Berkembang di Indonesia karena olahraga ini sangat mudah diakses dan inklusif. Sosialisasi dari federasi internasional juga berjalan masif dan berfokus pada pendekatan ke komunitas-komunitas lokal,” terang Okto saat dihubungi Disway.Id di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Di banyak tempat, orang bermain padel tidak pakai seragam lengkap. Tidak perlu lapangan luas. Bahkan tidak terlalu takut salah pukul. Karena padel memang diciptakan untuk itu. Ringan, menyenangkan, dan bisa dinikmati siapa saja.
Dari segi permainan, polanya cepat. Tetapi tetap cocok dimainkan oleh siapa saja, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman dalam olahraga raket.
“Padel memberikan kombinasi antara olahraga dan hiburan, yang pas dengan kebutuhan masyarakat kita saat ini,” ujarnya.
Ini semacam perpaduan antara tenis dan squash. Dengan tempo permainan yang cepat tapi tetap fun. Sangat cocok untuk gaya hidup sehat melalui suasana yang menyenangkan.
Maka jangan heran jika padel, justru terasa lebih akrab. Tidak perlu terlalu atletis. Tidak perlu menang terus. Yang penting, bermain. Bergerak. Dan tertawa.
Okto melihat Padel memang berangkat dari komunitas. Tapi, arahnya kini semakin serius. Indonesia pun sudah bersiap untuk naik kelas. Dari sekadar gaya hidup menjadi olahraga kompetitif.
Kini, padel sudah diakui oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Bahkan disebut-sebut sedang diperjuangkan masuk ke Olimpiade Brisbane 2032. Tentu, Indonesia tak mau hanya jadi penonton.
“Memang, awalnya padel hadir di Indonesia lebih melalui pendekatan komunitas dan gaya hidup, tapi sekarang arahnya sudah bergerak ke pembentukan struktur organisasi resmi. Dan ini penting untuk memastikan bahwa padel juga punya jenjang prestasi di masa depan,” ujarnya.
Okto tak tinggal diam. Ia ingin padel punya federasi resmi di Indonesia. Bukan hanya untuk legalitas, tapi juga untuk mencetak atlet. Mengikuti turnamen. Tentu saja, selanjutnya membawa nama Indonesia ke podium.
“Kami di Komite Olimpiade Indonesia tentu mendukung pembentukan federasi resmi agar olahraga padel bisa tumbuh lebih terarah dan punya sistem pembinaan atlet yang jelas. Dan tentunya bisa mengikuti turnamen-turnamen internasional dengan membawa nama Indonesia melalui federasi nasional,” ungkap Okto.
Padel telah membuktikan diri lebih dari sekadar tren sesaat. Dari asal mulanya di Bali hingga booming di Jakarta.
Lebih dari sekadar olahraga. Padel menjelma menjadi fenomena multidimensional di Jabodetabek.
Dari lapangan yang selalu penuh, potensi cuan bagi para “Padel Host,” hingga masuknya olahraga ini dalam ranah pajak dan perhatian politik.
Meski biayanya tidak murah dan ada risiko kesehatan yang perlu diwaspadai, antusiasme masyarakat tetap tinggi.
Ini adalah cerminan gaya hidup urban yang dinamis. Daya tariknya bukan hanya karena permainannya yang adiktif.
Tetapi karena berhasil menyatukan berbagai kalangan. Mulai anak-anak hingga orang dewasa.
Dalam satu lapangan kaca. Penuh tawa. Penuh euforia. Ini adalah bukti semangat berolahraga dan bersosialisasi tak pernah padam. Bahkan di tengah hiruk pikuk kehidupan modern. Padel membuktikan kebahagiaan itu semudah memukul bola di lapangan berukuran panjang 20 meter dan lebar 10 meter berdinding kaca. (*)
Reporter: Fajar Ilman, Dimas Rafi, Bianca Chairunnisa, Ayu Novita, Hasyim Ashari, Cahyono
Editor: Rizal Husen, Khomsurijal, Dimas Chandra Pratama
Page 2 of 2