Saya wartawan gagal. Sudah bertanya ke mana-mana tidak berhasil mendapat jawab: mengapa logo PSI “mawar putih berlatar merah” itu harus diganti?
Siapa yang empunya gagasan mengganti?
Siapa pula perancang logo yang baru: kepala gajah itu?
Petinggi PSI pun saya hubungi. Kandas.
Memang logo “mawar” yang lama itu menimbulkan banyak kritik. Misalnya: terlalu dimirip-miripkan logo partai sosial demokrat di Eropa. Termasuk di Prancis. Mentang-mentang sesama berideologi sosial demokrat.
—
Kritik lain: logo lama itu tidak mencerminkan ke-Indonesiaan. Tidak berakar pada budaya dan adat Indonesia. Beda dengan banteng, misalnya. Yang sampai jadi kredo perjuangan bangsa: ibarat banteng ketaton –ibarat banteng yang terluka. Justru ketika terluka ngamuknya si banteng lebih dahsyat.
Ada juga yang mengkritik “mawar” itu seperti bukan logo sebuah partai. Lebih mirip logo dagangan parfum atau kosmetika. Bahkan ada yang bercanda menggunakan judul lagu “mawar berduri”: karena berduri tidak perlu didekati –apalagi dipilih.
Maka setelah dua kali Pemilu pun tetap tidak bisa masuk parlemen, muncullah ide ganti logo. Mawar diganti kepala gajah berwarna putih dengan tubuh warna hitam.
Tentu logo baru itu tidak pula terlalu orisinal. Farhat Abbas ternyata pernah punya partai berlogo kepala gajah. Namanya Partai Pandai. Bedanya: kepala gajah Partai Pandai menghadap ke kanan. Sedang kepala gajah PSI menghadap ke kiri.
Partai Pandai berlogo Gajah yang pernah didirikan Farhat Abbas.–
Anda sudah tahu siapa Farhat Abbas. Ia pengacara. Kaya. Politisi. Kawin cerai. Kini pun ia masih muda dan gagah: 49 tahun.
Partai Pandai (Partai Negeri Daulat Indonesia) mendaftarkan diri sebagai peserta Pemilu 2024 –rasanya tidak sampai lolos ke babak final.
Tentu logo baru PSI terlihat lebih “masa kini”. Juga lebih “ilmiah”. Kelebihannya: logo gajah itu tetap jelas meski ditampilkan dalam bentuk kecil. Bandingkan dengan logo lama. Coba kecilkan. Tidak lagi terlihat detil mawarnya. Begitu dikecilkan logo mawar itu hanya terlihat seperti sebuah gambar yang ruwet.